REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong pemilih wajib menggunakan KTP elektronik (KTP-el) atau setidaknya surat keterangan tanda sudah merekam KTP-el (suket). Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) diminta konsisten melarang pemilih yang akan menggunakan hak pilihnya tanpa menunjukkan KTP-el atau suket.
"Saya memohon kepada KPU dan Bawaslu terus konsisten dengan aturan kalau tidak memiliki KTP-el atau minimal tidak punya Suket maka tidak boleh mencoblos," ujar Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, dalam siaran pers, Kamis (5/11).
Ia mengajak masyarakat yang mempunyai hak pilih pada pilkada 2020 segera merekam KTP-el. Menurut dia, kewajiban memiliki KTP-el juga menghindari pemilih ganda karena Indonesia sedang membangun Single Identity Number atau satu penduduk satu identitas agar tidak ada penduduk yang memiliki KTP ganda.
Ia optimistis cakupan perekaman KTP-el akan mencapai lebih dari 98,5 persen pada akhir Desember 2020. Berdasarkan data Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang disampaikan KPU RI, terdapat 2,7 juta pemilih belum melakukan perekaman KTP-el, sehingga terancam tidak bisa memilih.
"Angka ini sesuai dengan prediksi Dukcapil bahwa dua persen penduduk yang belum merekam data KTP-el itu tidak akan lebih dari tiga juta jiwa," kata Zudan.
Di samping itu, ia meminta KPU memberikan data DPT yang sudah ditetapkan untuk disandingkan dengan data dalam sistem informasi administrasi kependudukan (SIAK). Menurut Zudan, mungkin saja ada pemilih yang pernah melakukan perekaman KTP-el tetapi belum mendapatkan suket maupun KTP-el.
"Siapa tahu yang mengaku belum merekam itu setelah disisir lagi jumlahnya makin berkurang. Kita akan verifikasi, dicek lagi dengan data base kependudukan Dukcapil di daerah. Untuk itu kepada KPU kami mohon diberikan data balikan," tutur dia.