REPUBLIKA.CO.ID, ENREKANG -- Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) merupakan salah satu wilayah penghasil kopi terbaik bukan cuma di Indonesia, namun juga di dunia. Aroma dan kenikmatan rasa kopi asal Sulsel sudah mendunia sejak masa kolonial hingga saat ini. Namun, berbicara kopi asal Sulsel, mayoritas publik hanya mengenal nama kopi Toraja. Padahal, ada beberapa kopi single origin lain di wilayah ini.
Salah satunya adalah kopi asal Enrekang. Kopi asal wilayah yang berbatasan langsung dengan Toraja ini, sejak masa lampau hingga sekarang lebih dikenal dengan nama Kalosi. Ketua Koperasi Petani Kopi Benteng Alla, Ir Patola mengatakan 'kekeliruan' penamaan kopi asal Enrengkang menjadi Kalosi berawal sejak masa kolonial.
"Dulu kopi asal Enrekang dipasarkan oleh Belanda (kolonial) ke Eropa dengan nama Kalosi," ujar Patola saat bertemu tim Ekspedisi Republikopi di Lumbaja, Desa Benteng Alla, Kecamatan Baroko, Jumat (6/11).
Patola menjelaskan, Kalosi sendiri merupakan nama pasar tradisional pada masa kolonial. Pada masa itu, Kalosi menjadi tempat bagi para petani kopi untuk menjajakan hasil perkebunannya. "Sebenarnya kopi-kopi itu asalnya dari gunung-gunung yang ada wilayah Sulsel, hanya karena area pasar tradisional ada di Kalosi, nama itu melekat jadi nama Kalosi, terlebih kemudian Belanda menjadikan Kalosi sebagai merk dagang untuk di luar negeri," jelasnya.
Sementara terkait bagaimana pertama kali kopi masuk, ditanam dan dibudidayakan di wilayah Enrekang, Patola mengatakan berdasarkan cerita-cerita para orang tau, ada dua versi. Pertama, kopi sudah lebih dulu dikenal oleh masyarakat Enrekang, jauh sebelum pemerintahan kolonial Belanda. Ia melanjutkan, berdasarkan cerita-cerita yang dapatnya, kopi diperkenalkan oleh pedagang dari Arab ke masyarakat disana.
"Karena disini kopi dikenal dengan nama khawa, yang ternyata dari bahasa Arab Qahwa," ucapnya.
Kemudian versi kedua, kopi mulai ditanam di wilayah Enrekang pada masa kolonial Belanda. Patola menjelaskan, saat itu, kopi yang ditanam pertama kali di wilayah Enrekang adalah dari varietas Typica. Varietas ini memang umum ditanam pada masa kolonial, dari mulai wilayah Jawa Barat hingga hampir seluruh wilayah Nusantara.
"Memang paling enak itu Typica, tapi setelah Belanda pergi, varietas ini dinilai kurang menguntungkan dari sisi ekonomis, sehingga kemudian diganti oleh varietas Linie S," jelasnya.
Belakangan, Patola melanjutkan, seiring pasar yang semakin global dan semakin banyaknya penikmat kopi yang lebih spesifik mencari nama asal kopi yang diminumnya, kopi-kopi single origin mulai masuk secara lebih khusus, baik dari asal, prosesnya hingga siapa prosessornya. Nama-nama kopi asal Sulsel tidak lagi hanya menggunakan Toraja Kalosi, namun lebih spesifik seperti Benteng Alla, Buming dan lainnya.
Meski begitu, nama Kalosi tidak bisa begitu saja dihilangkan dari nama Kopi Enrekang. Terlebih, pemerintah juga sudah menerbitkan indikasi geografis dengan nama Kalosi, yang menjelaskan didalamnya bahwa itu adalah kopi asal Enrekang. "Mungkin pertimbangan tetap menggunakan nama Kalosi untuk IG, dengan alasan brand Kalosi sudah lebih terkenal di luar negeri, sehingga menggunakan nama Kalosi lebih mudah menembus pasar Internasional dibandingkan nama Enrekang," katanya.
Kopi Enrekang memiliki note rasa yang coklat yang dominan. Tingkat keasaman kopi ini pun tergolong rendah, dan rasa manis yang cukup tinggi. Body kopi Enrekang tergolong tebal. Selain ada note rasa coklat, kopi Enrekang juga memiliki note spicy yang nikmat.