REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Demokrat, Syarief Hasan mendesak Pemerintah untuk lebih fokus dalam mengambil langkah perbaikan ekonomi Indonesia. Pasalnya, Indonesia resmi masuk ke dalam jurang resesi setelah pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali minus di angka -3,49 persen.
Berdasarkan rilis resmi Badan Pusat Statistik (BPS) pada Kamis (5/11) menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III – 2020 berada di angka minus 3,49 persen. Sebelumnya, pada Rabu, (5/8) BPS juga menyebutkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II - 2020 terkontraksi hingga minus 5,32 persen.
Syarief Hasan menyebutkan bahwa kondisi resesi ini merupakan kali pertama terjadi sejak reformasi Indonesia pada 1998/1999 silam. “Masuknya Indonesia ke dalam jurang resesi menunjukkan kurang efektifnya berbagai langkah pemulihan ekonomi yang dilakukan Pemerintah di masa Pandemi Covid-19”, ungkap Syarief.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini pun menegaskan bahwa kondisi ini sangat berbahaya bagi perekonomian Indonesia. Apalagi, sektor-sektor yang paling anjlok pertumbuhannya adalah sektor yang banyak berhubungan dengan investasi, seperti industri alat angkutan (-29,98 persen), industri mesin dan perlengkapan (-10,76 persen), indutri karet dan plastik (-9,61 persen), industri tekstil (-9,32 persen), industri batu bara dan migas (-7,17 persen), hingga industri barang logam (-6,86 persen).
Ia menilai anjloknya industri padat modal ini dapat berimbas pada iklim investasi di Indonesia. “Resesi ini akan membuat investor berpikir kembali untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Sebab, industri yang menjadi tujuan investasi mengalami kontraksi pertumbuhan.”, ungkap Syarief Hasan.
Memang sebelumnya, Syarief Hasan telah mengingatkan kepada pemerintah terkait potensi terjadinya resesi. “Kami dari Fraksi Partai Demokrat telah mengingatkan potensi resesi dan dampak buruknya. Namun, langkah pemerintah harus lebih fokus dalam mencegah dan mengatasi masalah ekonomi,” tutur dia.
"dan akan teruji pada Q1V/ 2020 apakah hypotesa Pemerintah bahwa untuk memulihkan ekonomi adalah dengan Omnibus law," tutur dia menambahkan.
Syarief Hasan juga menyayangkan kinerja para menteri yang melakukan pekerjaan yang tidak sesuai tupoksinya. Ia pun mendorong Pemerintah untuk melakukan intervensi kebijakan agar kondisi ini tidak berlanjut di tahun 2021.
“Sangat berbahaya jika kondisi ini terus berlanjut di tahun 2021 karena akan semakin memperbesar dampak buruk resesi, dimana angka PHK akan semakin besar sehingga berimbas pada angka pengangguran dan bahkan kemiskinan.”, ungkap Syarief.
Menurutnya, untuk menguatkan kembali ekonomi maka kebijakan ekonomi yang diambil tidak boleh kebijakan jangka pendek. “Hanya kebijakan jangka panjang yang dapat menyelesaikan permasalah ekonomi Indonesia. Terbukti, lewat kebijakan jangka panjang MP3EI (Master Plan Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia), pertumbuhan ekonomi Indonesia pernah tercatat rata-rata 6 persen selama 10 tahun meski dalam tekanan ekonomi global pada tahun 2008,” tutur Syarief Hasan.