Monday, 23 Jumadil Awwal 1446 / 25 November 2024

Monday, 23 Jumadil Awwal 1446 / 25 November 2024

Pengamat: Formalitas, Gibran Bisa Menang tanpa Debat

Sabtu 07 Nov 2020 15:47 WIB

Rep: Mimi Kartika/ Red: Andi Nur Aminah

Calon Wali Kota Solo nomor urut satu Gibran Rakabuming Raka (kanan) menyampaikan visi misi saat Debat Terbuka Pilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo di Solo, Jawa Tengah, Jumat (6/11/2020). Komisi Pemilihan Umum (KPU) Solo dalam debat pertama mengangkat tema

Calon Wali Kota Solo nomor urut satu Gibran Rakabuming Raka (kanan) menyampaikan visi misi saat Debat Terbuka Pilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo di Solo, Jawa Tengah, Jumat (6/11/2020). Komisi Pemilihan Umum (KPU) Solo dalam debat pertama mengangkat tema

Foto: Antara/Mohammad Ayudha
Di Solo, siapapun calon yang diusung PDIP, tingkat keterpilihannya sudah tinggi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Agus Riwanto, menilai, debat publik pemilihan wali kota (pilwalkot) Solo hanya sebuah formalitas. Menurutnya, pasangan calon (paslon) nomor 1 Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa di atas kertas bisa menang tanpa debat karena pasangan ini diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

"Kalau dihitung di atas kertas itu ya tetap Gibran ya, bukan karena sosok Gibran yang pandai berdebat, tidak juga sebenarnya, sebetulnya tidak cukup pandai berdebat," ujar Agus saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (7/11).

Baca Juga

Ia mengatakan, Pilwalkot Solo memang khas. Siapapun calon yang diusung PDIP, tingkat keterpilihannya sudah tinggi, bahkan hampir dipastikan menang. Artinya, debat publik tidak cukup berpengaruh signifikan terhadap keputusan orang memilih atau tidak memilih.

Menurut Agus, debat publik hanya menjadi sarana bagi paslon menyosialisasikan visi dan misi serta gagasannya sebagai calon pemimpin Kota Solo. Di samping itu, ia menilai, kualitas debat kandidat pada Jumat (6/11) malam pun tak menyajikan ide yang konkret serta tidak berdasarkan data dan riset yang kuat.

"Sehingga yang disampaikan itu lebih pada gagasan-gagasan wajar saja, sebagaimana orang biasa melihat masalah yang ada di Solo," kata dia.

Padahal, calon pemimpin daerah seharusnya dapat memberikan gagasan yang lebih dalam untuk menyelesaikan persoalan Kota Solo secara lebih nyata. Baik pasangan Gibran-Teguh, maupun paslon nomor 2, Bagyo Wahyono-FX Supardjo (Bajo), tak menunjukkan leadership yang kuat dan tidak memberikan program yang relevan dengan problematika yang dihadapi Kota Solo.

Agus mengatakan, Bajo yang maju dari jalur perseorangan pun tak memberikan ide yang lebih baik dari Gibran-Teguh. Ia menilai, Bajo tak cukup mampu mempersuasi pemilih untuk memilihnya, karena gagasan yang disampaikan dalam debat sangat sederhana.

"Dia belum mampu menampilkan sebagai pemimpin politik sehingga gagasan dan ide-ide nya kalau kita dengar seperti rakyat biasa yang ingin curhat sesuatu. Dia lupa bahwa dia itu pemimpin," tutur Agus.

Ia melanjutkan, tak ada sesuatu yang pasti dalam politik, termasuk kemenangan Gibran. Namun, kata Agus, jika melihat debat publik semalam, Gibran-Teguh sedikit lebih unggul dari berbagai aspek. Mulai dari latar belakang pendidikan, pengalaman hidup, serta titel anak presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Kalau ditanya milenial pilih yang mana, pasti milih Gibran karena walaupun sejelek apapun, orang pasti milih Gibran, karena bandingannya Bajo. Coba bandingannya yang lain itu kan beda, masih bisa mikir. Karena ini perdebatan yang tidak imbang sebetulnya," jelas Agus.

 

 

 
 

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler