REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak pada 9 Desember 2020 mendatang di 270 kabupaten/kota dan provinsi berlangsung dalam situasi yang tidak normal, seiring terjadinya pandemi Covid-19 dan krisis multidimensi yang sekarang melanda Indonesia.
Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid mengatakan, dalam kondisi anomali seperti sekarang, pihaknya mengajak semua calon kepala daerah, partai politik, dan juga aparat untuk selalu waspada. "Kontestasi pilkada ini bukan hanya menang-menangan, tapi pencalonan ini untuk mendarmabaktikan, untuk iling (ingat) dan waspada kepada sesama," ujarnya saat Press Gathering Pimpinan MPR dengan Koordinatoriat Wartawan Parlemen dengan tema 'Visi Misi NKRI bagi Calon Kepala Daerah' di Kota Bandung, Sabtu (7/11).
Dikatakan Gus Jazil-sapaan akrab Jazilul Fawaid- biasanya dalam kontestasi pilkada, kerap kali ada banyak masalah, baik sebelum digelar, saat berlangsung maupun ketika selesai pemungutan suara. Karena itu, pihaknya berharap Pilkada Serentak 2020 berlangsung lancar.
"Saya khawatir atas dasar pesta demokrasi yang setengah-setengah karena pandemi, kemudian terjadi keributan setelah itu, tidak menutup kemungkinan. Makanya saya mengajak seluruh aparatur kita semua untuk selalu waspada, untuk selalu menjaga keadaan yang kondusif, dan kita bisa membangun karena memang Indonesia saat ini dalam keadaan krisis," tuturnya.
Wakil Ketua Umum DPP PKB ini mengatakan, pilkada adalah perwujudan dari kedaulatan rakyat yang diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sekaligus pengejawantahan Sila ke-4 Pancasila yaitu 'kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan'.
Terkait maraknya berita bohong (hoaks) yang kerap mewarnai pelaksanaan pilkada, Gus Jazil mengatakan bahwa jawaban dari persoalan itu adalah pendidikan politik bagi masyarakat. "Untuk melawan cara-cara yang tidak berbudaya dalam pertarungan, jawabnya adalah pendidikan politik. Tanggung jawab itu tidak bisa hanya dibebankan kepada parpol, kami mengajak mengedepankan pendidikan politik," tuturnya.
Pendekatan represif melalui UU Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE) dalam menangani hoaks, menurut Gus Jazil memang agak keras dan cenderung mengancam kebebasan masyarakat. Karena itu, dirinya lebih mengedepankan pendidikan politik sehingga masyarakat lebih dewasa dalam mengikuti kontestasi politik.