REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bawaslu RI, Abhan, mengatakan, pelanggaran protokol kesehatan pada 10 hari keempat masa kampanye (26 Oktober-4 November) menjadi yang tertinggi dengan 397 kasus. Dalam periode ini, terdapat 16.574 kegiatan kampanye tatap muka.
Sementara, jumlah pelanggaran protokol kesehatan pada 10 hari pertama masa kampanye terdapat 237 kasus dari 9.189 kegiatan kampanye tatap muka.
Kemudian, pada 10 hari kedua, pelanggaran protokol kesehatan meningkat menjadi 375 dari 16.468 kegiatan kampanye tatap muka. Sedangkan, pada 10 hari ketiga, pelanggaran protokol kesehatan sempat mengalami penurunan menjadi 306 kasus.
Hal ini seiring dengan penurunan jumlah kegiatan kampanye tatap muka menjadi 13.646 kegiatan. Dengan demikian, selama 40 hari pelaksanaan kampanye, ada 55.877 kegiatan tatap muka dengan 1.315 kasus pelanggaran protokol kesehatan.
Abhan mengatakan, penyelenggara mempunyai PR untuk menyadarkan masyarakat agar patuh atas ketentuan protokol kesehatan dalam penyelenggara pilkada. "Tentu ini menjadi tantangan tersendiri bagaimana menyadarkan masyarakat untuk bisa memakai masker minimal," ujar Abhan.
Komisioner KPU RI, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, mengatakan jajarannya terus berkoordinasi dengan para pihak terkait dari tingkat pusat sampai daerah. Menurut dia, belum ada rekomendasi signifikan dari satgas atau dinkes setempat terhadap keberlangsungan kontestasi Pilkada 2020 di 270 daerah masing-masing.
"Sejauh yang saya ketahui sampai dengan saat ini belum ada. Kami terus berkoordinasi dalam berbagai kesempatan dan juga melibatkan para pihak untuk memberikan masukan-masukan kepada KPU," ujar Raka kepada Republika, Senin.
Ia mengatakan, apabila ada analisis atau penelitian resmi terkait dampak penyelenggaraan tahapan Pilkada terhadap kondisi pandemi Covid-19 di semua daerah yang pilkada tentu akan sangat baik. Hal itu bisa menjadi masukan bagi KPU dalam melakukan upaya-upaya antisipasi dan perbaikan ke depan.
"Analisis dan pembuktian pengaruh keterkaitan antara kampanye dengan kondisi kasus Covid-19 di suatu daerah saya kira adalah hal yang penting agar tidak kemudian menduga-duga atau menyimpulkannya tanpa suatu penelitian yang komprehensif dan ilmiah," tutur Raka.