Sunday, 20 Jumadil Akhir 1446 / 22 December 2024

Sunday, 20 Jumadil Akhir 1446 / 22 December 2024

Legislator: Masyarakat Belum Terbiasa Kampanye Daring

Selasa 10 Nov 2020 19:48 WIB

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus Yulianto

Saan Mustopa.

Saan Mustopa.

Foto: Dok Pribadi
Paslon tidak menggunakan kampanye daring karena tidak ada peminatnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Saan Mustofa, meminta pemerintah dan penyelenggara pilkada memaksa pasangan calon (paslon) maupun masyarakat membiasakan diri dengan metode kampanye daring. Pasalnya, paslon lebih memilih kampanye tatap muka yang berpotensi terjadi kerumunan massa di tengah pandemi Covid-19, karena masyarakat pun tak terbiasa dengan model kampanye daring.

"Kalau kita tanya di dalam survei itu, model kampanye apa yang mereka kehendaki, itu hampir 80 persen menghendaki kampanye tatap muka, kampanye terbuka, ini yang masih diikuti oleh masyarakat," ujar Saan dalam webinar, Selasa (10/11).

Jika kecenderungan masyarakat masih menggemari kampanye tatap muka, maka pemerintah dan penyelenggara harus mendesain agar masyarakat terbiasa menggunakan daring. Salah satu caranya, ada aturan yang benar-benar memaksa paslon, masyarakat, partai politik, maupun tim sukses untuk membiasakan diri dengan model kampanye daring.

Saan menuturkan, alasan paslon tidak menggunakan kampanye daring karena tidak ada peminatnya. Sebab, tidak ada sentuhan emosional antara kandidat dan para pemilih serta kampanye daring dinilai monoton dan tidak enak dilihat dibandingkan kampanye tatap muka.

"Bagaimana sisa waktu kedepan ini kita masih punya waktu sampai tanggal 5 Desember untuk bisa memaksimalkan kampanye daring ini agar tadi apa yang menjadi kekhawatiran publik tidak terjadi," tutur Saan.

Dengan demikian, politikus Partai Nasdem ini menilai, pelaksanaan kampanye dalam kondisi pandemi Covid-19 kurang maksimal. Peserta pilkada takut dijatuhi sanksi oleh Bawaslu karena melanggar ketentuan protokol kesehatan, sedangkan akses kampanye daring pun terbatas.

"Rata-rata seperti itu, dia mau lebih ini, tapi takut kena semprot Bawaslu, dan sebagainya, karena dianggap melanggar. Menggunakan platform media sosial juga terbatas aksesnya. Karena umumnya masyarakat kurang menggemari itu," kata Saan.

 

 
 

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler