Tuesday, 24 Jumadil Awwal 1446 / 26 November 2024

Tuesday, 24 Jumadil Awwal 1446 / 26 November 2024

Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye Dinilai tak Wajar

Rabu 11 Nov 2020 16:01 WIB

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus Yulianto

Ilustrasi Dana kampanye

Ilustrasi Dana kampanye

Foto: Republika/Mardiah
Mahalnya biaya pencalonan di pilkada sangat berbanding terbalik dengan LPDSK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Sindikasi Pemilu Demokrasi (SPD), Rizqan Kariema Mustafa, menilai, penyampaian Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) pasangan calon (paslon) Pilkada 2020 belum memperlihatkan kewajaran. Menurut dia, mahalnya biaya pencalonan di pilkada sangat berbanding terbalik dengan LPDSK yang disampaikan para paslon.

"Prinsipnya pelaporan dana kampanye bertujuan untuk membuka kepada publik besar/kecil beserta sumber pendanaan pasangan calon kandidat yang digunakan untuk kegiatan kampanye secara jujur dan adil," ujar Rizqan dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Selasa (10/11).

Hasil olah data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), rata-rata LPSDK paslon bupati sebesar Rp 492,3 juta. Rata-rata LPSDK pencalonan wali kota sebesar Rp 608,5 juta. Rata-rata LPSDK pencalonan gubernur sebesar Rp 1,4 miliar.

Rizqan mengatakan, angka tersebut masih jauh di bawah hasil survei Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berdasarkan survei itu, biaya yang dikeluarkan seorang bupati/wali kota rata-rata Rp 20-30 miliar, sedangkan calon gubernur menghabiskan Rp 100 miliar.

Sementara, proporsi rata-rata LPSDK pencalonan bupati/wali kota Pilkada 2020 terhadap hasil survei KPK itu, hanya sekitar 1,83-2,75 persen. Sedangkan, proporsi rata-rata LPSDK pencalonan gubernur terhadap hasil survei KPK sekitar 1,40 persen.

Rizqan memerinci, dari hasil analisis data yang dipublikasikan KPU, terdapat sembilan paslon gubernur yang melaporkan LPSDK di atas rata-rata dan 14 paslon menyampaikan LPSDK di bawah rata-rata. Dari 25 paslon, LPSDK tertinggi disampaikan oleh pasangan Ansar Ahmad dan Marlin Agustina dari Kepulauan Riau, yaitu Rp 4,3 miliar.

Terdapat dua paslon yang melaporkan LPSDK Rp 0, yaitu pasangan Agusrin Mar yono dan Imron Rosyadi dari Bengkulu, serta pasangan Ben Brahim S Bahat dan Ujang Iskandar dari Kalimantan. Sementara, pencalonan bupati, dari 611 LPSDK, terdapat 204 LPSDK di atas rata-rata dan 407 LPSDK di bawah rata-rata.

Bahkan, ada 24 paslon yang melaporkan LPSDK hanya Rp 0 dan 108 paslon melaporkan LPSDK di bawah Rp 100 juta. Paslon yang melaporkan LPSDK tertinggi adalah pasangan Syafruddin H Maming dan Muh Alpiya Rakhman dari Kabupaten Tanah Bumbu, yaitu Rp. 5,77 miliar.

Kemudian, dari 104 paslon wali kota, terdapat 29 paslon yang melaporkan LPSDK di atas rata-rata dan 75 LPSDK di bawah rata-rata. Bahkan ada sembilan paslon yang melaporkan LPSDK Rp 0.

Ada 19 paslon wali kota/wakil wali kota melaporkan LPSDK di bawah Rp 100 juta. LPSDK tertinggi dilaporkan oleh pasangan Munafri Arifuddin-Abdulrahman Bando dari Kota Makassar, yaitu Rp 7,69 miliar.

Selain itu, lanjut Rizqan, berdasarkan hasil olah data Bawaslu, total sumbangan dalam LPSDK mencapai Rp 382,7 miliar. Sebanyak Rp 27,4 miliar merupakan total sumbangan pemilihan gubernur, sedangkan pemilihan bupati/wali kota di 247 kabupaten/kota total sumbangannya mencapai Rp 355,2 miliar.

Dengan demikian, Rizqan meminta, para kandidat lebih terbuka dalam memberikan laporan dana kampanye. Sekaligus memastikan sumber-sumber pendanaan dapat dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Kepada Bawaslu, agar lebih tegas dalam pengawasan terkait aktivitas kampanye pasangan calon dan memastikan kebenaran pelaporan dana kampanye berdasarkan fakta di lapangan dan aktivitas kampanye," kata Rizqan.

 

 
 

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler