Kamis 12 Nov 2020 12:03 WIB

Hotel Vs Resto, Mana yang Paling Rawan Penularan Covid-19?

Pembatasan kapasitas pengunjung hotel dan restoran memengaruhi risiko kena Covid-19.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Reiny Dwinanda
Restoran memasang plexiglass sebagai pemisah antarmeja. Menurut penelitian, restoran yang dibuka dengan kapasitas penuh menghasilkan peningkatan kasus Covid-19 terbesar, diikuti dengan pusat kebugaran, kafe, hotel, dan motel.
Foto: EPA
Restoran memasang plexiglass sebagai pemisah antarmeja. Menurut penelitian, restoran yang dibuka dengan kapasitas penuh menghasilkan peningkatan kasus Covid-19 terbesar, diikuti dengan pusat kebugaran, kafe, hotel, dan motel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi baru tentang Covid-19 di kota-kota besar Amerika Serikat menemukan bahwa penularan Covid-19 secara luas terjadi di beberapa ruang yang sering dikunjungi. Studi ini menyarankan agar warga untuk selalu membatasi diri dari kerumunan.

Studi yang dipublikasikan di jurnal Nature ini menggunakan data ponsel untuk melacak pergerakan 98 juta orang per jam dan memodelkan bagaimana virus menyebar saat mereka mengunjungi toko perlengkapan olahraga, restoran, gereja, dan diler mobil. Menurut penelitian, restoran yang dibuka dengan kapasitas penuh menghasilkan peningkatan kasus Covid-19 terbesar, diikuti dengan pusat kebugaran, kafe, hotel, dan motel.

Baca Juga

"Model kami memprediksi minoritas kecil dari superspreader lokasi-lokasi menarik yang bertanggung jawab atas sebagian besar infeksi” tulis para peneliti, dilansir Fox 8, Kamis (12/11).

photo
Infografis Waspada Covid-19 di Restoran - (republika.co.id)

Menggunakan data dari Chicago, model tersebut menemukan restoran yang dibuka sepenuhnya pada 1 Mei akan menghasilkan 600 ribu kasus Covid-19 tambahan. Sementara itu, membuka gym akan menyebabkan 149 ribu infeksi. Jika kota telah membuka semua tempat menarik sepenuhnya, bakal ada 3,3 juta lebih orang tertular virus.

Kendati menjaga tempat-tempat itu tetap terbuka dengan mengurangi kapasitas maksimum 30 persen, tetap saja adanya kasus tambahan. Angkanya diperkirakan menurun menjadi 1,1 juta. Jika batasnya 20 persen, angka itu akan menjadi 650 ribu kasus.

Penulis studi mengatakan, model tersebut secara akurat memprediksi jumlah sebenarnya dari kasus terkonfirmasi yang tercatat di Chicago antara 8 Maret hingga 15 April. Model tersebut juga mendukung apa yang telah ditetapkan sebelumnya, orang-orang dalam kelompok ras dan sosial ekonomi yang kurang beruntung mengalami tingkat infeksi yang lebih tinggi.

"Kami menemukan kelompok yang kurang beruntung cenderung belum dapat mengurangi mobilitas secara tajam. Data ponsel menunjukkan tempat menarik yang mereka kunjungi lebih ramai sehingga berisiko lebih tinggi,” ujar penulis.

Hanya saja, penelitian ini memiliki keterbatasan, yaitu hanya menggunakan data dari kota besar, bukan pedesaan atau pinggiran kota. Itu juga tidak memperhitungkan infeksi yang terkait dengan tempat lain, seperti sekolah, panti jompo, atau penjara.

Para peneliti yang berasal dari Northwestern University, Stanford University, Cambridge, dan Biohub yang didanai Mark Zuckerberg mengatakan, mereka berharap pekerjaan ini dapat menginformasikan respons kebijakan yang lebih efektif dan adil terhadap Covid-19.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement