REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sekretaris Jenderal Komnas Pendidikan Andreas Tambah mengatakan mutu pendidikan memang turun sejak penerapan pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi Covid-19. Kendati demikian, ia tidak menyarankan kegiatan tatap muka dilakukan, kecuali kondisi pandemi sudah aman.
Andreas mengatakan dalam PJJ, guru hanya memberikan tugas tertentu dan materi singkat dan peserta didik tidak membaca buku. Peserta didik lebih memilih mencari jawaban soal melalui situs daring.
Pembelajaran cara ini akan menyebabkan tingkat literasi peserta didik semakin rendah. Namun, ia mengatakan, kegiatan belajar di sekolah sebaiknya tetap ditunda selama kondisi pandemi belum betul-betul aman.
“Jika tahun 2021 harus diterapkan, pikir panjang dahulu. Jangan terburu-buru karena kita enggak tahu pandemi sampai kapan. Ini guna mencegah timbulnya klaster-klaster baru khususnya di kalangan guru dan anak. Lebih baik bersabar melakukan kegiatan tatap muka,” ujar dia saat dikonfirmasi, Ahad (15/11).
Ia mengatakan pembelajaran tatap muka harus mempertimbangkan angka Covid-19 di wilayah. Angka Covid-19 ini meliputi tingkat kesembuhan dan penyebarannya, termasuk apakah kasus positifnya menurun, datar atau meningkat.
“Khususnya untuk DKI Jakarta memang masuk zona merah ini sangat riskan risikonya. Kemarin saya bicara dengan beberapa komite sekolah DKI. Mereka merasa keberatan karena kondisi saat ini belum aman,” kata Andreas.
Sementara di daerah, kata dia, ada yang melakukan semacam pengambilan sampel di masyarakat. Namun, ia mengatakan, pada beberapa daerah yang semula terlihat aman, justru menunjukkan hasil swab yang mengejutkan, yakni banyak masyarakat terpapar.
Terkait kualitas pendidikan, ia mengatakan, guru harus lebih giat mendorong muridnya untuk membudayakan membaca. “Kondisi pandemi memang sebuah dilema yang harus dijalankan. PJJ dampaknya cukup berat. Namun, kesehatan lebih penting. Masalah mutu menurun, jangan mengandalkan kegiatan daring. Dorong peserta didik untuk giat membaca,” kata dia.
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) telah berlangsung selama delapan bulan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sudah mendorong pemerintah agar menerapkan sekolah tatap muka dan melengkapi fasilitas kesehatan di sekolah.