REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengapresiasi upaya pemerintah yang melarang kampanye pemilihan umum kepala daerah (pilkada) yang mengumpulkan massa. Kendati demikian, PB IDI memperingatkan pemerintah supaya mengantisipasi euforia kemenangan atau kekalahan calon kepala daerah yang mengundang massa meluapkan emosinya usai pilkada digelar karena berpotensi menambah kasus virus corona SARS-CoV2 (Covid-19).
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih mengakui, pemerintah telah menyepakati tidak memperbolehkan kampanye yang mengumpulkan massa. "Namun yang juga perlu diantisipasi adalah terkadang usai pilkada ada euforia, misalnya pengumuman kemenangan dan masyarakat spontan berkerumun atau kelompok yang menyampaikan ketidakpuasan," ujarnya saat dihubungi Republika, Rabu (18/11).
Daeng meminta, ancaman kondisi ini benar-benar dipersiapkan karena kerumunan menyebabkan penularan Covid-19. Selain itu, pihaknya mengusulkan waktu saat pencoblosan diatur. Artinya, dia melanjutkan, tiap masyarakat yang memiliki hak pilih bisa diatur kapan datang ke tempat pemungutan suara (TPS) kemudian menunggu giliran untuk memilih. Daeng berharap, petugas bisa membuat nomor antrean karena mungkin satu TPS hanya berkapasitas 200 orang dan masyarakat tidak datang sekaligus waktu.
Yang juga tak kalah penting, dia melanjutkan, petugas harus memastikan sanitasi yang memadai di TPS tersebut. Daeng juga meminta masyarakat yang datang menerapkan protokol kesehatan, termasuk memakai masker wajah.
"Termasuk petugas TPS menggunakan face shield dan sarung tangan," katanya.
Sebelumnya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian meminta tak ada pengumpulan massa maupun kerumunan pada setiap tahapan Pilkada Serentak tahun 2020. Dia meminta, masyarakat dan peserta Pilkada di 270 daerah untuk mematuhi protokol kesehatan Covid-19 yang telah diatur dalam Peraturan KPU maupun Bawaslu.
“Kalau ramai-ramai akan menjadi media penularan (Covid-19), tidak boleh kemudian nanti yang rawan di masa kampanye 26 September sampai 5 Desember, ini juga sama, saya juga sudah sampaikan tidak boleh ada arak-arakan, tidak boleh ada konvoi-konvoian,” kata Tito dalam keterangan yang diterima, Ahad (19/7).