Senin 23 Nov 2020 12:27 WIB

Pandemi Masih Tekan Permintaan,Ekonomi 2021 Hanya 3 Persen

Laju kredit sebagai sumber utama likuiditas ekonomi masih akan tertekan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Institute for Development of Economic and Finance (Indef) memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan hanya tumbuh di level tiga persen. Prediksi ini di bawah proyeksi pemerintah dalam Postur APBN 2021, yakni lima persen.
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Institute for Development of Economic and Finance (Indef) memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan hanya tumbuh di level tiga persen. Prediksi ini di bawah proyeksi pemerintah dalam Postur APBN 2021, yakni lima persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Development of Economic and Finance (Indef) memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan hanya tumbuh di level tiga persen. Prediksi ini di bawah proyeksi pemerintah dalam Postur APBN 2021, yakni lima persen.

Direktur Eksekutif Indef Ahmad Tauhid menjelaskan, banyak faktor yang mendasari proyeksi tiga persen, terutama pandemi Covid-19. Pandemi ini menyebabkan masyarakat kelas menengah yang berkontribusi besar terhadap konsumsi rumah tangga, masih harus menahan belanjanya.

Baca Juga

"Padahal, konsumsi rumah tangga 56-57 persen sumbangannya ke (ekonomi) domestik kita," tuturnya dalam Webinar Proyeksi Ekonomi Indonesia 2021: Jalan Terjal Pemulihan Ekonomi, Senin (23/11).

Di sisi lain, Tauhid menambahkan, laju kredit perbankan sebagai sumber utama likuiditas perekonomian masih akan tertekan. Indef memproyeksikan, lajunya hanya di level lima sampai enam persen, hampir setengah dari kecepatan normal yang berkisar sembilan hingga 11 persen.

Tauhid menyebutkan, kredit merupakan darah bagi perekonomian Indonesia. Bila kapasitasnya masih separuh dari normal karena permintaan yang tertekan, ekonomi akan sulit berlari. "Implikasinya, pertumbuhan ekonomi masih tertahan," katanya.

Situasi ini juga yang menyebabkan Bank Indonesia kembali menurunkan suku bunga menjadi 3,75 persen pada pekan lalu. Tauhid menuturkan, kebijakan tersebut untuk mengantisipasi agar penurunan laju kredit perbankan yang sempat tumbuh 0,28 persen pada September bisa kembali meningkat.

Faktor lain yang mendasari proyeksi ekonomi tiga persen pada 2021 adalah terbatasnya ketersediaan vaksin. Tauhid menilai, vaksin baru akan tersedia di Indonesia pada semester kedua tahun depan.

Kalaupun tersedia untuk 71 persen dari populasi, proses distribusi dan vaksinasi akan membutuhkan waktu. Selama proses itu, pembatasan aktivitas dan protokol kesehatan masih akan berlanjut. "Dengan asumsi ini, proses pemulihan ekonomi berpotensi terhambat," ujar Tauhid.

Efektivitas program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang belum maksimal pun disebutkan Tauhid sebagai faktor berikutnya. Tingkat penyerapannya hingga dua bulan terakhir pada 2020 ini masih berada di bawah 60 persen. Indef memproyeksikan, realisasinya hanya berkisar di level 67,8 persen sampai akhir tahun.

Padahal, Tauhid menyebutkan, banyak pihak yang berharap banyak terhadap program tersebut. "Ini jadi catatan ketika semua berharap PEN bisa menyelesaikan dari pemulihan ekonomi," ucapnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksikan, pemulihan ekonomi Indonesia baru akan terjadi pada kuartal kedua hingga kuartal ketiga tahun depan. Momentum ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi 2021 yang diproyeksikan berada pada level lima persen. 

Sri menjelaskan, disiplin masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan merupakan kunci utama untuk mencapai pemulihan ekonomi di level tersebut. Sebab, sikap disiplin akan membantu menjaga mobilitas masyarakat.

"Sehingga kita bisa mobile beraktivitas dan melakukan kegiatan tanpa menimbulkan penyebaran Covid-19," tuturnya dalam diskusi virtual, Selasa (10/11).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement