REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menyetujui obat pertama untuk kelainan genetik progeria. Penyakit langka tersebut menyerang anak-anak dan membuat pengidapnya mengalami penuaan cepat.
Pembuktian efektivitas obat untuk progeria merupakan kabar baik, karena selama ini yang bisa dilakukan hanya mengurangi gejala. Pengidap progeria kebanyakan meninggal dunia pada usia remaja, umumnya karena penyakit jantung.
Riset didanai oleh Progeria Research Foundation di Peabody, Massachusetts, dan Eiger BioPharmaceuticals. Peserta studi pengidap progeria yang mengonsumsi obat Zokinvy rata-rata hidup 2,5 tahun lebih lama.
"Ini baru awal. Kami akan menemukan lebih banyak penanganan yang lebih baik," kata Direktur Medis Progeria Research Foundation, Leslie Gordon, yang juga periset penyakit anak di Rumah Sakit Anak Hasbro di Providence, Pulau Rhode.
Gordon mendirikan yayasan dengan suami dan saudara perempuannya. Dia dan suami langsung mewujudkan gagasan tersebut setelah putra mereka Sam didiagnosis mengidap progeria. Sam meninggal dunia pada 2014, ketika menginjak usia 17 tahun.
Bekerja sama dengan Direktur Kesehatan Institut Nasional Francis Collins, pada 2003 Gordon juga menggagas riset yang menemukan penyebab genetik progeria. Dia berharap akan ada penyempurnaan obat agar pasien bisa hidup lebih lama, memiliki jantung lebih kuat, dan berangsur-angsur sembuh.
Saat ini, diperkirakan terdapat 400 anak di dunia yang mengidap progeria dan kondisi terkait, 20 di antaranya berada di AS. Rata-rata pengidap progeria meninggal dunia dalam usia 14,5 tahun.
Gejala utama dari penyakit langka ini antara lain pertumbuhan terhambat, persendian kaku, rambut rontok, dan kulit keriput. Anak-anak dengan penyakit ini kerap menderita strok dan pengerasan pembuluh darah jantung.
Penyakit ini tidak diwariskan, tetapi disebabkan mutasi gen tertentu sehingga memicu penumpukan protein bernama progerin. Obat Zokinvy berfungsi menghalangi produksi dan akumulasi protein tersebut, memperlambat kerusakannya dan penuaan dini.
Keputusan FDA didasarkan pada dua penelitian. Terdapat 62 anak yang meminum obat tersebut dua kali sehari. Hasilnya dibandingkan dengan 81 anak yang tidak mendapat pengobatan, juga disesuaikan dengan usia dan karakteristik lain.
Para peserta diikuti hingga periode 11 tahun, dan mereka yang menggunakan obat tersebut rata-rata hidup 2,5 tahun lebih lama. Hingga pengujian tersebut dimulai pada 2007, dokter hanya dapat mencoba meredakan beberapa gejala.
Meghan Waldron dari Deerfield, Massachusetts, adalah salah satu anak yang meminum obat. Dia didiagnosis progeria pada usia dua tahun. Sejak itu, tubuhnya tidak tumbuh tinggi atau bertambah gemuk, dan rambutnya rontok.
Sejak minum obat, dia mulai tumbuh. Tingginya sekarang sekitar 109 cm. Tes juga menunjukkan perlambatan pengerasan arteri yang dia alami.
"Sebentar lagi, ada peningkatan yang jelas," ujarnya optimistis.
Peserta lain, Waldron, juga terus mengonsumsi obat sebagai bagian dari penelitian lanjutan jangka panjang. Mahasiswa 19 tahun itu masih merasakan sedikit kekakuan sendi, tapi dia sangat senang obat tersebut memperbaiki kondisinya.
Setelah lulus SMA, tahun lalu dia melakukan backpacking sendirian di Eropa. Dia juga melakukan lari lintas alam.
"Kesehatan fisik saya cukup baik," kata Waldron yang kini mengambil jurusan menulis kreatif di Emerson College, Boston.
Pengembang obat Eiger BioPharmaceuticals belum mengungkapkan harga untuk Zokinvy, yang juga dikenal sebagai lonafarnib. Bisa diprediksi harganya akan sangat mahal karena jumlah pasien yang sangat sedikit.
Eiger menawarkan bantuan keuangan agar semua pasien bisa mendapatkannya. Efek samping yang paling umum dari Zokinvy adalah muntah, diare, mual, sakit perut, dan kelelahan, dikutip dari laman ABC News, Senin (23/11).