REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf mengatakan Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri tentang sekolah tatap muka pada Januari mendatang belum cukup menjadi landasan daerah menggelar kegiatan belajar-mengajar (KBM) tatap muka. Dede menyebut perlu adanya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengenai KBM tatap muka.
Apalagi, ia mengatakan, pemerintah pusat melepaskan kebijakan itu pada daerah sehingga tidak melihat zona daerah tersebut aman atau tidak. "Saya sudah menangkap isu ini dari beberapa daerah sehingga perlu adanya Permendikbud yang bisa diturunkan menjadi Pergub dan Perwal/Perbup untuk juklak dan juknisnya seperti apa," kata Dede, Jumat (27/11).
Permendikbud tersebut, lanjut Dede bisa memberikan arahan dan payung hukum bagi setiap stakeholder yang ada. Termasuk turunannya seperti Pergub untuk SMA dan SMK serta Perwal/Perbup untuk SMP, SD, TK dan PAUD.
"Fungsi pengajaran memang sudah jadi tugas guru, tapi ada yang perlu diputuskan dimana pertanggungjawaban fungsi tertentu, seperti pelanggaran prokes, atau tanggung jawab tes rapid. Itu perlu dibuat turunannya agar tidak dibebankan semua ke sekolah, sehingga pemerintah harus turun tangan," kata Dede.
Menurutnya, kegiatan belajar mengajar yang sudah terhenti berbulan-bulan ini membuat kekhawatiran tersendiri. Apalagi faktanya, anak-anak sebetulnya tidak belajar melainkan bermain dan bahkan bekerja.
"Kalau anak-anak ini bekerja membantu orang tua mereka tidak mau sekolah lagi karena sudah tahu mendapatkan uang, ini yang perlu kita jaga," kata Dede.
Mantan wakil Gubernur Jawa Barat ini menyebut yang paling penting adalah mengembalikan pendidikan karakter yang hilang karena sekolah daring. Menurutnya, pendidikan karakter seperti soft skill ini hilang karena memang hanya ditemukan pada sekolah tatap muka.
"Jaman sekarang ini anak-anak mudah mendapatkan informasi dari google tapi untuk mendapatkan sentuhan karakter, itu tidak bisa dari internet, harus ada mentor, pendidik," kata Dede.