REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG –- Membangun komunikasi di saat menghadapi krisis diperlukan adanya data dan fakta yang akurat. Jika merancang strategi komunikasi hanya berdasarkan asumsi maka hal itu bisa berakibat fatal dalam upaya memperbaiki citra dan reputasi perusahaan yang sedang menghadapi krisis.
“Ketika ada krisis, stay with the fact. Jangan pernah membuat strategi tanpa mengetahui faktanya, dari fakta yang terverifikasi maka akan munculah strategi yang benar,” kata Dr Firsan Nova, CEO Nexus Risk Mitigation and Strategic Communication sekaligus juga staf pengajar dari Universitas Al Azhar Jakarta saat berbicara pada pelatihan bertajuk Peningkatan Kompetensi Pembuatan Narasi Publik dalam keterangannya kepada Republika.co.id di Jakarta, Ahad (29/11).
Dalam kesempatan tersebut, Firsan juga menjelaskan narasi dalam bentuk tulisan masih menjadi hal utama dibandingkan bentuk audio visual. Indikator itu bisa dilihat dari maraknya informasi hoaks yang menyebar dalam bentuk tulisan.
“Artinya narasi dalam bentuk tulisan itu masih sangat besar pengaruhnya. Dalam konteks menghadapi krisis maka materi berbentuk tulisan yang naratif menjadi sangat diperlukan,” ujarnya.
Lebih lanjut Firsan menjelaskan salah satu strategi yang dapat dilakukan dalam mengelola krisis adalah menghadirkan narasi yang jujur dan mampu merespons persoalan. Ia juga menambahkan pada saat terjadi krisis maka usaha yang dapat dilakukan adalah meminimalisasi potensi buruk yang terjadi.
“Krisis itu tidak dapat dihindari tapi bagaimana mengelola krisis dengan resiko yang paling Kecil,” ujarnya.
Jika krisis tak dapat dihindari maka usaha yang dapat dilakukan, kata Firsan, adalah mengisolasi isu yang bisa memicu krisis semakin membesar. “Jangan sampai melebar kemana-mana. Di sinilah menjadi penting pemetaan isu sekaligus juga mengisolasi isu negatif itu supaya tidak meluas,” kata dia.
Firsan juga menambahkan komunikasi yang efektif itu adalah bagaimana bisa mengubah persepsi, ekspetasi, dan perilaku. Artinya, komunikasi itu telah diterima secara baik ketika terjadi perubahan mindset. “Kemampuan inilah yang harus dimiliki oleh para praktisi public relations ketika menangani krisis image, reputasi, dan financial,” jelasnya.