Senin 30 Nov 2020 07:43 WIB

Huawei Sebut Larangan 5G di Inggris Bermotif Politik

Perusahaan di Inggris bisa didenda jika menggunakan jaringan Huawei.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Huawei
Foto: EPA
Huawei

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Huawei mengatakan kecewa larangan penggunaan jaringan 5G buatannya di Inggris. Wakil Presiden Victor Zhang mengatakan keputusan ini bermotif politik dan tidak didasarkan pada evaluasi risiko yang adil.

"Ini tidak melayani kepentingan terbaik siapa pun karena itu akan membawa Britania ke jalur lambat digital dan membahayakan agenda pemerintah untuk menaikkan level,” ujar Wakil Presiden Victor Zhang.

Baca Juga

Inggris mengajukan Undang-Undang Telekomunikasi baru pada Selasa (24/11). Perusahaan telekomunikasi Britania dapat didenda hingga 10 persen dari omzet atau 100.000 poundsterling (133,140 dolar AS) per hari, jika mereka melanggar larangan penggunaan peralatan yang dibuat oleh Huawei Technologies Co di China.

Pemerintah mengatakan RUU Telekomunikasi (Keamanan) akan meningkatkan standar keamanan jaringan telekomunikasi Britania Raya (UK). Inggris pada Juli memutuskan untuk melarang penggunaan Huawei dalam jaringan 5G mulai akhir 2027 karena kekhawatiran bahwa sanksi AS pada teknologi chip. Artinya, perusahaan China tersebut tidak akan menjadi pemasok.

Dilansir dari South China Morning Post, Sabtu (28/11),

Sekretaris digital Oliver Dowden mengatakan manfaat jaringan 5G dan fiber hanya dapat direalisasikan jika aman dan tangguh.

“RUU inovatif ini akan memberi Britania Raya salah satu rezim keamanan telekomunikasi terberat di dunia dan memungkinkan kami mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi jaringan kami,” kata Dowden.

Pemerintah Inggris mengatakan standar keamanan yang lebih ketat dalam RUU tersebut juga akan membantu melindungi Britania dari potensi serangan dunia maya. Regulator Ofcom akan diberi tugas memantau dan menilai keamanan penyelenggara telekomunikasi.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement