Senin 07 Dec 2020 14:44 WIB

Pesepeda Bisa Alami Bycycle Face, Mitos atau Fakta?

Istilah bycycle face muncul pada awal 1980-an.

Rep: Puti Almas/ Red: Reiny Dwinanda
Pesepeda melintasi area Mal Kuningan City, Jakarta, Sabtu (28/11). Pengelola pusat perbelanjaan tersebut menyediakan fasilitas bagi para pesepeda yang ingin beristirahat atau mencoba sensasi berkeliling mal sambil bersepeda sebagai strategi membangun minat masyarakat untuk kembali mengunjungi pusat perbelanjaan. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pesepeda melintasi area Mal Kuningan City, Jakarta, Sabtu (28/11). Pengelola pusat perbelanjaan tersebut menyediakan fasilitas bagi para pesepeda yang ingin beristirahat atau mencoba sensasi berkeliling mal sambil bersepeda sebagai strategi membangun minat masyarakat untuk kembali mengunjungi pusat perbelanjaan. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian medis mengubah cara dokter mendiagnosis kondisi menjadi lebih baik. Dalam beberapa kasus, para profesional medis mungkin telah membuat sejumlah kesalahan yang tidak disengaja karena keterbatasan pengetahuan maupun teknologi untuk manilai kondisi kesehatan seseorang dengan benar.

Ada beberapa kondisi yang mungkin belum benar-benar dipahami oleh para dokter. Salah satunya adalah "bicycle face" atau "wajah pesepeda" yang istilah ini sendiri diciptakan oleh mereka untuk menggambarkan kondisi medis semu.

Baca Juga

Dilansir Medical News, seorang dokter bernama A Shadwell menerbitkan artikel berjudul "Bahaya Bersepeda" pada 1897. Ia diduga menciptakan istilah bycycle face yang menggambarkan kondisi medis semu, di mana sebagian besar gejala fisiologis dialami oleh perempuan yang menjadi pengendara sepeda di awal 1800-an.

Dalam artikelnya, Shadwell mengeklaim bahwa kondisi ini menyebabkan tampilan wajah "kaku" yang aneh serta ekspresi cemas dan mudah tersinggung pada pengendara sepeda. Baik laki-laki maupun perempuan dapat mengalami bycycle face, meskipun Kaum Hawa disebut lebih terpengaruh karena kondisi itu dapat memengaruhi penampilan.

Kondisi ini juga merupakan akibat khusus dari berkendara terlalu cepat dan terlalu jauh, memberikan kebebasan untuk mengendalikan apa yang disiratkan Shadwell sebagai paksaan yang tidak sehat. Shadwell mengatakan, pergi tanpa tujuan dan kembali mungkin bisa menjadi hal yang membosankan membosankan, namun pergi ke suatu tempat yang mungkin hanya beberapa mil lebih jauh itu menarik, sehingga banyak orang yang terpikat untuk mencoba tugas di luar kekuatan fisik mereka.

Dalam buku The Eternally Wounded Woman, Patricia Anne Vertinsky juga mengutip sumber yang menggambarkan bycycle face pada perempuan sebagai semacam ledakan fisiognomik. Namun, kondisi ini menarik bagi siapa saja yang ingin menjauhkan diri dari bersepeda, terutama bagi perempuan, ternyata tidak berlangsung lama.

Bahkan, pada saat itu, beberapa profesional medis membantah klaim itu berikut gagasan serupa seputar dugaan ancaman yang ditimbulkan oleh bersepeda terhadap kesehatan. Sebagai contoh, menurut sebuah artikel di Phrenological Journal edisi 1897, Sarah Hackett Stevenson, seorang dokter dari Amerika menjelaskan bahwa bersepeda tidak mengancam kesehatan perempuan.

Pada akhir abad ke-19, para profesional medis dianggap menyebarluaskan tentang penyakit yang disebut "bycycle face" dengan tujuan utama untuk mencegah perempuan bersepeda. Ketersediaan sepeda yang semakin meningkat membawa mobilitas perempuan dan kemandirian mereka untuk bepergian sendiri.

Hal itu dinilai mengancam hegemoni laki-laki. Bycycle face menjadi sebuah solusi untuk menakut-nakuti perempuan agar percaya bahwa mengendarai sepeda akan menyebabkan kondisi fisik seperti mata dan dagu menonjol karena tekanan untuk menjaga keseimbangan saat bersepeda, yang tentu saja membuat kekhawatiran secara luas. Padahal, kondisi tersebut dinilai sebagian besar tidak terjadi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement