REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 mengaku telah mengantisipasi potensi peningkatan kasus virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) melalui kerumunan pada penyelenggaraan Pilkada Serentak, Rabu (9/12) lusa. Antisipasi yang dilakukan, yakni bekerja sama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
"Satgas sudah berkoordinasi dengan KPU dan Bawaslu dalam beberapa hal. Pertama menyediakan alat pelindung diri (APD) untuk melindungi para petugas di tempat pemungutan suara (TPS)," ujar Tim Komunikasi Publik Satgas Penanganan Covid-19 Suryopratomo saat dihubungi Republika.co.id, Senin (7/12).
Kedua, Satgas Covid-19 telah merekomendasikan agar pemberian suara sebisa mungkin dilakukan di ruang terbuka agar ada sirkulasi udara. Ketiga, setiap warga yang akan memberikan suara harus dicek suhu tubuhnya.
Jika suhu tubuh pemilih di atas 37,3 derajat Celcius maka diminta melakukan pemberian suara di tempat terpisah. "Tiga hal ini sudah menjadi standard operational procedure (SOP)," katanya.
Saat pemilihan, ia mengatakan, apabila petugas TPS terampil maka bisa diatur waktu kedatangannya. Sebab, setiap TPS maksimum hanya 200 orang dan durasi memberikan suara cukup panjang dari jam 08.00 sampai jam 13.00.
Harapannya, semua disiplin untuk menjaga protokol kesehatan dan tidak menciptakan kerumunan. Sesudah memberikan suara, Satgas Covid-19 mengimbau para pemilih untuk kembali kerumah dan tidak berkerumun.
Satgas juga meminta semua TPS selalu memberikan pengumuman pada waktu pencoblosan dan penghitungan suara. Ia mengatakan, Satgas sudah menyampaikan hal ini supaya bisa dilakukan.
Namun, Satgas tidak bisa berharap banyak karena lebih dari 290 ribu TPS akan didirikan. Satgas hanya bisa mengimbau, tidak bisa memaksa menjadi keharusan.
"Itu tergantung panitia atau KPU dan Bawaslu yang mempunyai kewenangan untuk mengharuskan," katanya.
Sebelumnya, menjelang pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (pilkada) pada 9 Desember 2020, kampanye telah dilakukan sejak 26 September 2020 hingga 5 Desember 2020. Hasilnya, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 memetakan sebanyak 13 kabupaten/kota yang akan menggelar pesta demokrasi ini berisiko melanggar protokol kesehatan dan dikhawatirkan bisa terjadi penularan virus corona (Covid-19) yang kemudian menjadi klaster.
"13 kabupaten/kota yang akan melaksanakan pilkada dan mereka dalam keadaan risiko tinggi. Kalau terjadi pelanggaran protokol kesehatan maka tentu potensi terciptanya klaster pilkada besar," kata Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19 Sonny Harry B Harmadi saat mengisi konferensi virtual BNPB bertema Perkembangan Pelaksanaan Pilkada, Rabu (25/11).