REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama ini, nasi merah diyakini lebih menyehatkan dibandingkan nasi putih. Oleh karena itu, cukup banyak orang yang beralih dari nasi putih ke nasi merah, khususnya ketika sedang ingin menurunkan berat badan. Padahal, anggapan ini tak sepenuhnya benar.
Nasi merah kerap dianggap lebih baik karena termasuk biji-bijian utuh sehingga memiliki lebih banyak serat. Berbeda dengan nasi merah, nasi putih melalui lebih banyak proses untuk membuang bagian kulit dan lembaganya.
Selain itu, nasi putih juga memiliki indeks glikemik yang sedikit lebih tinggi dibandingkan nasi merah. Hal ini menunjukkan bahwa nasi putih dapat meningkatkan kadar gula lebih banyak. Oleh karena itu, penyandang diabetes dan prediabetes perlu menakar porsi dengan seksama bila mengonsumsi nasi putih dan karbohidrat secara umum.
Setidaknya ada dua alasan yang membuat nasi putih lebih unggul dibandingkan nasi merah. Berikut ini adalah kedua alasan tersebut.
Kandungan Serat tak Larut
Jenis serat yang terkandung dalam beras merah adalah serat tak larut air. Bila dikonsumsi dalam jumlah yang besar, kandungan ini justru dapat menyebabkan inflamasi, rasa tak nyaman, kembung, hingga bergas pada perut.
"Nasi merah kaya akan serat tak larut yang keras dan mengganggu, nasi putih tidak," ujar dokter yang menekuni pengobatan naturopati Liz Carter, seperti dilansir Woman's World, Senin (7/12).
Carter mengatakan nasi merah justru lebih sulit diterima oleh pasien-pasiennya yang memiliki masalah pencernaan seperti sembelit. Terkait asupan serat, Carter mengatakan serat bisa didapatkan dari beragam makanan lain selain beras merah.
Kandungan Asam Fitat dan Arsenik
Nasi merah memiliki kandungan bernama asam fitat yang merupakan antinutrien. Asam fitat dapat memblok kemampuan tubuh untuk menyerap zat gizi tertentu, seperti zat besi, zinc, dan kalsium. Asupan asam fitat dalam jumlah besar dapat memicu terjadinya defisiensi vitamin dan mineral.
Selain itu, nasi merah juga diketahui tinggi akan arsenik. Arsenik merupakan toksin logam berat, di mana bila dikonsumsi dari waktu ke waktu dapat meningkatkan risiko penyakit seperti kanker, diabetes tipe 2, dan penyakit jantung.