REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memutuskan menaikkan Cukai Hasil Tembakau (CHT) rata-rata sebesar 12,5 persen pada tahun depan. Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai, kebijakan itu lebih mengedepankan aspek pengendalian dibandingkan aspek lain seperti penerimaan negara.
"Apakah itu bagus atau tidak, itu bergantung preferensi pemerintah, jikalau tujuan utama pemerintah ingin mengurangi perokok maka sangat tepat," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (10/12).
Tapi, Fajry menekankan target penerimaan cukai jangan terlalu tinggi atau naik signifikan tiap tahun. Dibandingkan memperhatikan nominal, konsistensi dalam menerapkan kebijakan menjadi faktor yang lebih penting.
Sejauh ini, Fajry menilai, pemerintah masih terbilang konsisten dengan kenaikan target penerimaan di tahun 2021 yang sedikit, yakni di kisaran 3,7 persen.
Fajry juga menyoroti keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan CHT untuk industri sigaret kretek tangan. "Ini bukti bahwa pemerintah serius memperhatikan tenaga kerja sekor IHT (industri hasil tembakau)," tuturnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, kebijakan CHT tahun depan dilaksanakan sesuai dengan visi misi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menekankan pada Sumber Daya Manusia (SDM) maju, Indonesia Unggul.
"Kebijakan ini merupakan komitmen kita untuk terus berupaya menyeimbangkan berbagai aspek dari CHT," katanya dalam konferensi pers virtual, Kamis.
Sri memastikan, kenaikan CHT pada tahun depan sudah disesuaikan dengan suasana pandemi Covid-19 melalui menyeimbangkan antara aspek kesehatan dengan kondisi perekonomian secara umum. Khususnya pada tenaga kerja yang terkait industri ini.
Secara lebih rinci, kenaikan CHT untuk sigaret putih mesin (SPM) golongan I akan dinaikkan sebesar 18,4 persen, sementara golongan IIA dan IIB dinaikkan masing-masing 16,5 persen dan 18,1 persen.
Selain itu, sigaret kretek mesin (SKM) golongan I naik 16,9 persen dan 13,8 persen untuk SKM golongan IIA. SKM golongan IIB pun naik sebesar 15,4 persen.
Sedangkan, industri sigaret kretek tangan tidak mengalami perubahan. "Kenaikannya nol persen karena industri ini adalah yang memiliki unsur tenaga kerja terbesar," tutur Sri.