Thursday, 5 Jumadil Awwal 1446 / 07 November 2024

Thursday, 5 Jumadil Awwal 1446 / 07 November 2024

Pengamat: Pilkada 2020 Jadi Ajang Rekreasi 

Sabtu 12 Dec 2020 12:20 WIB

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita

Peneliti Senior Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT) Ferry Kurnia Rizkiyansyah .

Peneliti Senior Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT) Ferry Kurnia Rizkiyansyah .

Foto: Republika/Iman Firmansyah
Para pemilik suara menggunakan haknya hanya sebatas untuk menggugurkan kewajibannya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (Netgrit) Ferry Kurnia Rizkiyansyah menilai banyak pemilih yang menggunakan suaranya pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 untuk menggugurkan kewajibannya saja. Apalagi, pada penyelenggaraan pilkada 9 Desember ditetapkan sebagai hari libur nasional.

"Seperti halnya liburan, karena sudah lama di rumah saya ingin keluar dan inilah (Pilkada) menjadi ajang rekreasi," ujar Ferry dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (12/12).

Baca Juga

Ketika para pemilik suara menggunakan haknya hanya sebatas untuk menggugurkan kewajibannya, maka mereka bukan mengharapkan perubahan dari pasangan calon yang dipilihnya. Ia pun berpendapat hal itu sebagai sikap abai dari masyarakat terhadap hasil Pilkada 2020.

Sebab, hal inilah yang membuat adanya kepala daerah yang terpilih, tetapi tak sesuai yang diharapkan. Sebab, warga yang terdaftar sebagai daftar pemilih tetap (DPT) tak menggunakan suaranya untuk memilih pemimpinnya.

"Saya melihat ada anomali less partisipasi yang terjadi, mereka datang ke TPS bukan berarti mereka ingin memilih, bukan berarti mereka ingin menentukan," ujar Ferry.

Hal ini juga yang dapat menyebabkan indeks demokrasi di Indonesia menurun. Sebab, masyarakat sudah tak peduli dengan apa yang dipilih dan terpilih nantinya.

"Padahal kita ingin proses Pilkada ini betul berkualitas. Proses yang betul-betul bisa membuat masyarakat ingin adanya perubahan," ujar Ferry.

Jika hal ini terjadi, ia mengkhawatirkan terjadinya pragmatisme politik. Saat masyarakat abai maka hal tersebut dimanfaatkan oknum tertentu untuk mendulang suara dari cara-cara yang tidak benar.

"Kondisi kita perut lapar, kondisi ekonomi menurun, ya ternyata banyak juga informasi-informasi yang berkembang soal serangan fajar, soal money politic, vote buying, dan sebagainya," ujar Ferry. 

 
 

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler