Jumat 18 Dec 2020 01:36 WIB

Pandemi dan Ghost Kitchen

Ghost Kicthen bisa menjadi solusi mulai membangun usaha kuliner pandemi.

Pengendara ojek online membawa pesanan makanan di salah satu rumah makan di kawasan Jatipadang, Pasar Minggu, Jakarta, Senin (14/9). Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengendara ojek online membawa pesanan makanan di salah satu rumah makan di kawasan Jatipadang, Pasar Minggu, Jakarta, Senin (14/9). Republika/Thoudy Badai

Oleh : Andi Nur Aminah*

REPUBLIKA.CO.ID,  Pernah dengar istilah ghost kitchen? Jangan membayangkan sebuah dapur yang diisi hantu-hantu yang gentayangan ya. Ini hanyalah sebuah istilah. Ghost kitchen sederhananya adalah usaha kuliner yang dijalankan oleh seseorang tanpa dia harus memiliki tempat khusus atau restoran.

Sekitar 2016 lalu, tanpa saya sadari, sudah melakukan hal itu. Saya menjalankan usaha kuliner khas dari kampung halaman saya, dari rumah kontrakan di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan. Rumah itu ada di dalam gang kecil, yang bahkan mobil pun tak bisa masuk.

Saya memanfaatkan semua perlengkapan dapur untuk mengolah masakan yang saya jual.

Kala itu, hanya ada satu alat khusus yang saya datangkan untuk kebutuhan usaha, yakni sebuah panci klakat besar. Selebihnya, semua memanfaatkan perlengkapan dapur pribadi.

Media sosial seperti Facebook, dan belakangan muncul Instagram, menjadi salah satu tempat saya menggelar dagangan. Blackberry massager saya, sebelum kemudian beralih ke android, pada hari-hari tertentu isi pesannya akan berbau-bau promosi produk.

Sebelum bertemu gojek, saya memanfaatkan jasa kurir khusus makanan untuk mengirimkan jualan saya. Mengirimnya kadang sampai ke Bogor atau Bekasi. Setelah berkenalan dengan gojek dan memanfaatkan jasa kurirnya, pelan-pelan jualan saya makin ramai. Pernah suatu hari, di gang depan rumah berderet empat kurir ojol yang siap mengantarkan pesanan. Bahkan ada satu orang yang datang pagi, kemudian sore harinya datang lagi untuk mengirimkan pesanan pelanggan yang berbeda.

Apa yang saya lakukan, itulah ghost kitchen. Tetangga kiri kanan bahkan bisa jadi tak tahu bahwa ada kesibukan luar biasa di dapur kecil rumahan itu. Justru orang-orang yang terhubung dengan saya baik melalui kontak pribadi, atau berteman dengan saya melalui media sosial yang akan terpapar infiirmasi terlebih dahulu.

Entah siapa yang memunculkan istilah ghost kitchen ini. Mungkin karena aktivitasnya yang seolah 'tak nampak' sehingga muncul istilah ghost kitchen.

Saat ini, ada banyak orang-orang yang menjalankan usaha dengan model ghost kitchen. Tak perlu ada bangunan khusus, tak ada pelayanan konsumen yang makan di tempat. Semua transaksi pembelian hanya melalui handphone atau halaman situs web jika ada. Esensi bisnis ini memang pembelian makanan secara online dengan memanfaatkan jasa pengiriman.

Di masa pandemi saat ini, menjalankan bisnis dengan konsep ghost kitchen sangat dimungkinkan. Mereka yang terpaksa kehilangan pekerjaan sangat bisa memulainya dengan modal tak seberapa.

Tak perlu peralatan khusus, tak perlu ruangan khusus yang membuat keluar lagi dana untuk bayar sewa tempat. Tinggal menentukan apa yang akan dijual. Soal siapa yang beli, coba tengok, ada berapa jumlah nomor kontak di handphone masing-masing. Ada 200 orang? 500 orang atau lebih dari 1.000? Semuanya berpeluang menjadi pembeli. Tinggal bagaimana mengelola pesan yang akan dikirimkan kepada mereka.

Imbas pandemi Covid-19 yang belum tahu kapan kelarnya ini, memaksa kita untuk berpikir kreatif. Yang biasa rutin menerima gaji tiap bulan, mungkin banyak yang sudah mengalami pemotongan. Atau bahkan tidak bisa gajian lagi lantaran di PHK oleh perusahaan.

Menciptakan ghost kitchen di rumah, bisa menjadi solusi. Bisnis ini memungkinkan seseorang memulai usaha dengan modal lebih murah dan lebih cepat. Asal punya keterampilan di bidang kuliner, punya banyak kawan dan relasi, mau bercuap-cupa di media sosial untuk promosi produk, menyiapkan foto-foto produk dengan tampilan semenarik mungkin, maka menjalankan bisnis sudah bisa dimulai.

Aturan protokol kesehatan yang ketat masih diberlakukan. Orang-orang masih akan diimbau untuk mengurangi aktifitas di luar rumah, tidak banyak berkerumun, dan stay at home! Ini adalah peluang. Bahkan jika masih harus tetap kerja dari rumah, seseorang tetap bisa menjalankan  ghost kitchen.

Terlepas dari berbagai kelebihannya, model bisnis ghost kitchen tentu ada juga kekurangannya. Hal yang paling nyata adalah kamu akan sulit menentukan posisi dan dengan siapa kamu bersaing. Jika cukup pede dengan produk yang dipasarkan, dan produk itu memang disukai ataukah brand yang dipasang sangat kuat, bolehlah berjalan tegak. Bisnis model ini, memang sangat besar dipengaruhi oleh seberapa kuat atau dekat hubungan antara produsen dan konsumen. Interaksi secara virtual membutuhkan kekuatan citra pemiliknya. Maka sering-seringnya menyapa rekan dan kerabat meski hanya di media sosial. Lalu karena semua harus berawal dari mata, maka foto produk makanan harus tampak sangat menggiurkan.

Jika sudah merambah ke market place, berjualan di aplikasi menyedia makanan seperti Gofood atau Grabfood, maka perlu memastikan merek kita muncul di pencarian dan bisa menarik konsumen. Bagaimana caranya? Maksimalkan promosi tentu saja. Juga manfaatkan program promosi yang dibuat oleh penyedia aplikasi  pengantaran makanan tersebut.

Model bisnis ghost kitchen apalagi di masa pandemi, sangat cocok dan layak dicoba. Tak perlu berkecil hati jika dirumahkan. Sulap dapur rumahmu menjadi ghost kitchen. Dan manfaatkan karakter masyarakat kita yang menyukai hal yang serba instan dan praktis; tak mau repot menyiapkan makanan atau harus pergi keluar rumah membeli makanan. Ditambah lagi adanya aturan di sebagian wilayah saat ini, yang memang melarang orang-orang untuk makan di tempat. Jadi, siapkah kamu menjadi ghost kitchen?

*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement