REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sedang melakukan evaluasi dan perpanjangan Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR) operator telekomunikasi di frekuensi 800Mhz, 900Mhz dan 1800Mhz. Jika di periode sebelumnya operator telekomunikasi selular dibebaskan dalam menentukan Komitmen pembangunan. Namun kini di era Menteri Johnny G. Plate operator selular diminta untuk memenuhi Komitmen membangun di 3435 daerah non komersial yang belum mendapatkan layanan telekomunikasi.
Jika operator selular tidak memasukkan Komitmen pembangunan di 3.435 daerah non komersial tersebut, IPFR operator telekomunikasi hanya di perpanjang satu tahun. Namun jika operator mau memenuhi untuk membangun di 3.435 daerah non komersial, Kemenkominfo dipastikan akan memberikan perpanjangan IPFR untuk 10 tahun mendatang.
Langkah tegas Menkominfo untuk "memaksa" operator telekomunikasi membangun di 3.435 daerah nonkomersial direspon positif Komisioner Ombudsman, Ahmad Alamsyah Saragih. Menurut Alamsyah, menaruh komitmen pembangunan di 3.435 daerah nonkomersial bukan sekadar amanat UU 39 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, tetapi juga amanah konstitusi.
Alamsyah berkata, dahulu operator telekomunikasi banyak yang mengabaikan amanat UU Telekomunikasi. Mereka memegang izin penyelengaraan telekomunikasi secara nasional, namun yang mereka bangun hanya daerah yang menguntungkan saja.
Ketika pandemik COVID-19 ini terjadi pemerintah baru menyadari masih banyak masyarakat di daerah terpencil yang dikorbankan oleh operator telekomunikasi. Padahal telekomunikasi adalah hak dasar seluruh masyrakat.
Namun karena prinsip dasar telekomunikasi USO kerap diputar-putar, baru sekarang operator selular merasakan dampaknya. Dengan dipaksa pemerintah untuk membangun di daerah non komersial tersebut.
“Makanya sekarang pemerintah jangan main-main lagi mengenai komitmen pembangunan. Masih adanya daerah yang belum mendapatkan layanan telekomunikasi merupakan bukti kebijakan Kominfo lama yang dengan sengaja mengabaikan mandat universal service obligation dalam UU Telekomunikasi. Operator yang dahulu bermain-main dengan komitmen pembangunan, baru sekarang tahu akibatnya," kata dia.
Ia berpendapat, yang dilakukan Menkominfo saat ini sudah benar. "Menkominfo baru sadar manuver yang dilakukan operator telekomunikasi dengan menunda pembangunan di daerah remote ternyata membawa dampak negatif bagi transformasi digital,“ ujar Alamsyah.
Agar transformasi digital yang dicita-citakan Presiden Joko Widodo dapat segera tercapai dan 3435 daerah non komersial dapat segera mendapatkan layanan, Alamsyah meminta Kominfo dan BAKTI tak boleh main-main lagi dalam meyediakan layanan telekomunikasi di daerah. Ombudsman menilai kebijakan lama Kominfo juga dinilai tidak akurat dalam menyediakan skema alternatif telekomunikasi di daerah yang belum mendapatkan layanan telekomunikasi.
“Banyak sekali infrastruktur telekomunikasi untuk daerah terpencil seperti pembangunan Palapa Ring yang dibangun hingga saat ini belum menjadi solusi bagi penggelaran jaringan telekomunikasi di daerah USO. Bahkan saat ini pemerintah merespon dengan menganggarkan dana dari APBN untuk membangun jaringan telekomunikasi di daerah USO. Menurut saya itu keliru. Sebab pemerintah sudah memiliki dana USO dari operator telekomunikasi,” kata Alamsyah.
Bahkan saat ini BAKTI melakukan blocking time dan beriklan di beberapa stasiun tv nasional. Sehingga melupakan tugas dan fungsi utama mereka untuk membangun jaringan telekomunikasi daerah USO. Menurut Alamsyah apa yang dilakukan BAKTI merupakan salah satu bentuk kebijakan yang tidak tepat dalam mengelola anggaran pembangunan jaringan telekomunikasi di daerah USO. Termasuk rencana BAKTI untuk memiliki satelit.
"Saya sangat mengharapkan Menkominfo Johnny G. Plate membenahi kebijakan masa lalu Kominfo dan BAKTI yang tidak tepat. Tujuannya agar dana USO yang terbatas tersebut dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk pembangunan jaringan telekomunikasi di daerah USO,” ucap Alamsyah.