REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyoroti kurangnya transparansi penyelenggara pemilu terkait dengan petugas yang positif Covid-19 saat pemungutan suara pada 9 Desember 2020.
Ketua Tim Pemantau Pilkada 2020 Komnas HAM RI, Hairansyah, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (15/12), mencontohkan Ketua KPU Tangerang Selatan positif terpapar COVID-19 tetapi tidak diumumkan sebelum hari-H pemungutan suara.
"Hasil tes usap Ketua KPU Tangerang Selatan diumumkan usai pencoblosan Pilkada 2020 dengan alasan jika diumumkan sebelum atau menjelang pelaksanaan pemungutan suara, tingkat partisipasi masyarakat akan menurun drastis," ujar Hairansyah.
Lebih lanjut, KPU Tangerang Selatan tidak langsung melakukan pelacakan kasus kontak erat dengan Ketua Tangerang Selatan, tetapi baru melakukan tes usap kepada seluruh pegawai pada hari Selasa (15/12).
Temuan Komnas HAM yang lain adalah sebelum bertugas, petugas KPPS tidak melakukan tes cepat ulang, termasuk petugas yang sebelumnya telah melakukan tes cepat dengan hasil reaktif.
Hal itu berbeda dengan petugas pengawas TPS yang melakukan tes cepat sebelum bertugas. Bila terdapat petugas yang reaktif, diberi waktu 10 hari untuk isolasi baru, kemudian dilakukan tes cepat ulang.
Selanjutnya, Komnas HAM menyoroti tidak adanya kewajiban bagi saksi yang hadir untuk melakukan tes cepat saat bertugas sehingga menimbulkan kerentanan mengingat sebagian besar orang yang terpapar Covid-19 adalah orang tanpa gejala.
Untuk itu, Komnas HAM meminta KPU dan Bawaslu melakukan tes usap untuk para petugasnya dan transparan apabila terdapat petugas yang reaktif maupun positif Covid-19 agar dapat ditangani segera oleh petugas medis.
"Kami juga meminta Gugus Tugas Covid-19 di masing-masing daerah responsif bersama KPU dan Bawaslu," tutur Hairansyah.