REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Masalah perbatasan antara Indonesia dengan negara tetangga ataupun wilayah pesisir hingga kini masih menjadi topik yang menarik untuk diteliti ataupun kerjasama dan dibahas di berbagai forum lokal maupun internasional. Selain aspek ekonomi, masalah perbatasan juga melibatkan aspek kedaulatan, keamanan dan kesejahteraan yang dialami warga perbatasan.
Menurut Profesor Abdul Mu'ti, Sekum Muhammadiyah masalah perbatasan memiliki keunikan tersendiri. Hubungan lintas batas antara warga di Indonesia dengan warga di negara tetangga yang terjalin sejak lama menjadi budaya tersendiri yang menarik untuk dibahas. "Persoalan beda negara bukan menjadi masalah bagi warga setempat," katanya ketika menjadi keynote speaker peluncuran Pusat Studi Perbatasan dan Pesisir Universitas Muhammadiyah Jakarta, Rabu (17/12).
Hal serupa juga terjadi bagi para nelayan pesisir tradisional yang berlayar mencari ikan jauh ke tengah laut hingga tanpa disadari sudah masuk ke wilayah negara lain. Mereka tertanggap petugas keamanan negara tetangga seperti di Australia dan diusir. "Mereka nelayan tradisional harus berurusan dengan aspek politik atau hukum suatu negara yang tidak mudah diselesaikan," katanya.
Karena itu menurutnya perlu kerjasama yang lebih baik diantara Indonesia dengan negara tetangga dalam mengelola perbatasan. Tentunya kerjasama ini dibangun dengan semangat kesejahteraan bersama seperti halnya di negara daratan Eropa. Sehingga masalah perbatasan bukan menjadi persoalan serius yang dapat memicu perselisihan.
Dekan Fisip Dr. Mamun Murod M.Si menyampaikan terdapat dua isu penting terkait perbatasan di wilayah daratan dan perbatasan di wilayah kelautan. Kedua memiliki masalah yang cukup pelik. "Pemerintah perlu bekerjasama dengan lembaga terkait, dalam membantu akselerasi program di wilayah perbatasan dan pesisir. Penanganan di kedua wilayah tersebut merupakan wajah dan citra diri kita di dunia internasional," kata Mamun.
Nina Damajanti SE M.App.Ec, Kasubdit Asia Tenggara dan Pasifik kementerian Perdagangan RI nyebut transaksi perdagangan yang terjadi di perbatasan antar negara disepakati dalam bentuk border trade agreement. Hal itu dilakukan Indonesia dengan sejumlah negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, Timor Leste dan Papua New Guini. Perdagangan perbatasan lebih banyak untuk kepentingan warga setempat dengan pintu keluar dan masuk yang disepakati kedua negara. "Kesepakatan ini bukan free trade tapi lalu litas perdagangan di perbatasan saja, beda dengan perdagangan internasional," katanya.
Selain masalah perdagangan, aspek pembangunan kawasan pesisir dan perbatasan juga menjadi perhatian serius kalangan peneliti. Peneliti Pusat Studi Perbatasan dan Pesisir (PSPP) FISIP UMJ, Mawar M.Ap, menilai pembangunan kawasan pesisir dan perbatasan yang baik akan terbentuk melalui sinergi komunikasi dan koordinasi yang baik antar lembaga untuk percepatan pencapaian target pembangunan daerah yang sangat potensial. Termasuk adanya payung hukum yang kuat dan komitmen pemda dengan memaksimalkan potensi yang ada. "Sinergi tidak hanya kerangka kebijakan saja tapi juga perencanaan, kelembagaan yang melibatkan semua sektor bisa terealisasi," katanya.
Lembaga pemerintah sendiri telah hadir di wilayah perbatasan dengan peran masing-masing. Pembangunan kawasan perbatasan dan pesisir menjadi bagian rencana jangka panjang dan pendek sejumlah lembaga pemerintah. Seperti pembangunan infrastruktur, perumahan, air bersih, hunian layak dan fasilitas lain yang dibutuhkan warga di perbatasan. "Tentunya pembangunan dengan memperhatikan potensi warga setempat yang berprofesi sebagai petani, nelayan, peternakan yang membutuhkan peran antar lembaga terkait," kata Hadi Sucahyono Phd, Kepala Badan Pengembangan Pengembangan Infrsatruktur Wilayah Kementerian PUPR.