Jumat 18 Dec 2020 13:52 WIB

Thermo Gun tidak Efektif untuk Deteksi Covid-19

Termometer NCIT, seperti thermo gun, tak akurat mengukur suhu tubuh.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Reiny Dwinanda
Petugas mengecek suhu tubuh calon penumpang menggunakan thermo gun di Stasiun Bandung, Kota Bandung, Ahad (15/3).
Foto: Republika/Abdan Syakura
Petugas mengecek suhu tubuh calon penumpang menggunakan thermo gun di Stasiun Bandung, Kota Bandung, Ahad (15/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi Johns Hopkins Medicine and the University of Maryland School of Medicine menunjukkan pemeriksaan suhu tubuh yang dilakukan dengan termometer inframerah non-kontak (NCIT), seperti thermo gun, tidak efektif untuk skrining Covid-19. Padahal, demam merupakan salah satu gejala Covid-19 paling umum.

Berdasarkan panduan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, orang disebut demam jika suhu tubuhnya yang diukur dengan termometer NCIT dekat dahi lebih tinggi atau sama dengan 38 derajat Celsius di luar lingkungan rumah sakit dan 37,8 derajat Celsius pada area perawatan kesehatan.

Baca Juga

Penulis studi William Wright mengatakan, hasil pengukuran yang diperoleh dengan NCIT dipengaruhi oleh banyak variabel, mulai dari manusia, lingkungan, dan peralatan. Secara keseluruhan, faktor tersebut dapat memengaruhi akurasi.

"Satu-satunya cara untuk mengukur suhu inti tubuh secara andal membutuhkan kateterisasi arteri pulmonalis yang tidak aman dan tidak praktis sebagai tes skrining," kata Wright dalam editorial Open Forum Infectious Diseases, jurnal daring Infectious Diseases Society of America, dikutip dari Times Now News, Jumat (18/12).

Wright kemudian menunjukkan statistik bahwa NCIT gagal sebagai tes skrining Covid-19. Pada 23 Februari 2020, lebih dari 46 ribu wisatawan diperiksa dengan NCIT di bandara Amerika Serikat dan hanya satu orang yang diidentifikasi mengidap Covid-19.

Menurut data yang dimiliki Wright, di antara 766 ribu wisatawan yang di-skrining selama periode 17 Januari hingga 13 September 2020, hanya satu orang per 85 ribu (sekitar 0,001 persen) yang dinyatakan positif Covid-19. Selain itu, hanya 47 dari 278 orang (17 persen) dalam kelompok memiliki gejala yang mirip dengan Covid-19.

Selama ini, NCIT memberikan hasil yang menyesatkan untuk suhu tubuh. NCIT sulit menentukan kapan seseorang benar-benar demam atau tidak. 

Selama periode ketika demam meningkat, terjadi peningkatan suhu inti yang menyebabkan pembuluh darah di dekat permukaan kulit mengerut dan mengurangi jumlah panas yang dilepaskannya. Sementara itu, saat demam turun, yang terjadi justru sebaliknya.

"Jadi, mendasarkan deteksi demam pada pengukuran NCIT yang mengukur panas yang memancar dari dahi mungkin sama sekali tidak akurat," kata dia.

Wright menyarankan NCIT harus diperbaiki sistemnya dan strategi untuk perbaikannya seperti menurunkan suhu batas yang digunakan untuk mengidentifikasi orang yang terinfeksi gejala, terutama saat men-skrining mereka yang lanjut usia atau imunokompromais.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement