REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap transaksi surat berharga di Bursa Efek Indonesia (BEI) termasuk transaksi saham kini akan dikenai bea materai. Aturan baru tersebut tertuang dalam Undang Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai (UU Bea Meterai) yang baru saja disahkan pada 26 Oktober 2020 lalu.
Salah satu ketentuan dan penjelasan dari UU Bea Meterai tersebut menyatakan bahwa setiap Trade Confirmation (TC) tanpa batasan nilai nominal yang diterima investor sebagai dokumen transaksi surat berharga akan dikenakan Bea Meterai sebesar Rp 10 ribu per dokumen. Pihak yang dikenakan Bea Meterai atas TC tersebut adalah investor sebagai penerima dokumen.
Sosialisasi aturan baru tersebut telah dilaksanakan pada Jumat (11/12). Dalam sosialisasi itu juga diterangkan mengenai ketentuan teknis terkait penunjukan Anggota Bursa (AB) sebagai Wajib Pungut, dan tata cara pemeteraian secara elektronik.
Ke depannya, AB yang ditunjuk sebagai Wajib Pungut Bea Meterai memiliki kewajiban memungut Bea Meterai dari investor atas setiap TC yang diterbitkan. AB kemudian wajib menyetorkan ke Kas Negara serta melaporan kegiatan pemungutan dan penyetoran tersebut.
Berdasarkan keterangan resmi BEI, aturan baru tersebut mulai diberlakukan pada 1 Januari 2021. Setiap TC secara langsung akan dikenakan Bea Meterai dan sampai dengan ditunjuknya AB sebagai Wajib Pungut, maka pemenuhan kewajiban Bea Meterai menjadi tanggung jawab dari investor.
Pemberlakukan UU Bea Meterai ini diharapkan tidak menyurutkan minat investor untuk melakukan investasi di Pasar Modal Indonesia. Regulator Pasar Modal Indonesia tetap akan terus melakukan penyesuaian dan koordinasi yang dibutuhkan agar tetap tercipta pasar yang teratur, wajar dan efisien.
Namun demikian, saat ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tengah menyusun peraturan pelaksanaan atas UU Bea Meterai yang baru. Pengenaan Bea Meterai akan dilakukan terhadap dokumen dengan mempertimbangkan batasan kewajaran nilai yang tercantum dalam dokumen dan memperhatikan kemampuan masyarakat.