REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sejumlah negara telah melaporkan adanya kasus mutasi baru dari virus corona. Mutasi baru dari virus corona disinyalir lebih berbahaya dari varian yang selama ini sudah dikenal.
Menurut ahli mikrobiologi Universitas Padjadjaran Dr. Mia Miranti, M.P., virus corona termasuk ke dalam kelompok virus RNA. RNA, merupakan salah satu jenis dari asam nukleat yang menjadi ciri bahwa virus dikategorikan sebagai makhluk hidup.
Hasil penelitian di beberapa jurnal ilmiah menyebut bahwa kelompok virus RNA mudah mengalami mutasi. Ketika virus corona menginfeksi satu tubuh inang, maka RNA-nya akan melakukan replikasi atau berkembang biak.
“Replikasi virus ini tidak ada yang tidak menyebabkan penyakit pada inangnya, karena dia akan mengambil alih sistem kerja sel inang untuk proses reproduksi dia,” ujar Mira dalam siaran pers Unpad, Senin (28/12).
Terkait Covid-19, Mira menyebut bahwa virus corona sebenarnya sudah sering mengalami mutasi. Mutasi dilakukan untuk menyesuaikan diri dengan sel inangnya. Sejak dari Wuhan, China, virus Corona sudah mengalami mutasi sehingga dia mampu bertahan pada rentang suhu 5–10 derajat Celcius.
Ketika menyebar ke Iran dan kawasan Timur Tengah, Mira memperkirakan bahwa virus telah mengalami mutasi kembali yang memungkinkan dia tahan terhadap suhu panas.
Virus corona di Indonesia sendiri, kata dia, sudah mengalami mutasi. Laporan dari Eijkman Institute beberapa waktu lalu menemukan bahwa virus corona di Indonesia memiliki strain yang berbeda dengan virus di Wuhan.
“Hanya saja proses mutasinya tidak seperti yang sekarang lagi heboh di Inggris,” katanya.
Pengajar di Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan llmu Pengetahuan Alam ini menyebut, ada kemungkinan proses mutasi di Inggris dipengaruhi oleh beberapa faktor, sehingga kemungkinan infeksinya lebih tinggi. Dengan kata lain, mutasi suatu virus bisa jauh lebih berbahaya jika dipengaruhi oleh sejumlah faktor.
Karena, kata dia, mutasi setiap virus dipengaruhi oleh faktor inangnya, Mira berpendapat bahwa pengembangan vaksin mestinya disesuaikan dengan hasil mutasi virusnya. “Vaksin Covid-19 di Indonesia seharusnya disesuaikan dengan karakter virus yang ada di Indonesia,” katanya.