REPUBLIKA.CO.ID, oleh Agus Raharjo, wartawan Republika.co.id
Galih Suci Pratama sempat gamang mendengar pemerintah mengeluarkan imbauan penghentian pembelajaran tatap muka di sekolah, Ahad (15/3) lalu. Saat itu, guru Sekolah Dasar Negeri 02 Sekaran, Gunung Pati, Kota Semarang, Jawa Tengah ini membaca keputusan yang disampaikan langsung Presiden Joko Widodo di Istana Bogor melalui media massa. Presiden meminta seluruh kegiatan kerja di perkantoran, pembelajaran di sekolah, maupun ibadah dilakukan di rumah.
Kegamangan Galih bertambah ketika melihat rekan-rekan gurunya yang sudah sepuh atau tua. Kebijakan penghentian pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah ini, memaksa setiap guru beradaptasi untuk memulai sistem pembelajaran dalam jaringan (daring).
“Ternyata ada sedikit gugup, gamang dan juga bingung yang dirasakan guru-guru, yang tadinya pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran daring,” tutur Galih saat ditemui Republika.co.id, di kantor SDN Sekaran 02 Kota Semarang, Senin (28/12).
Lulusan Universitas Negeri Semarang (Unnes) ini memahami, pandemi Covid-19 memukul hampir semua sektor. Bukan hanya kesehatan, ekonomi, dan sosial, tetapi juga sektor pendidikan nasional.
Sebagai informasi, per Senin (28/12) jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 719.219 kasus, dengan angka kematian sebanyak 21.452 orang, dan tingkat kesembuhan 589.978 kasus. Kondisi ini semakin ngeri dengan penambahan kasus positif rata-rata enam ribuan kasus tiap hari sejak tiga pekan terakhir.
Galih memaklumi, pagebluk yang mulai terkonfirmasi masuk Indonesia sejak 2 Maret 2020 lalu memaksa sekolah harus memprioritaskan kesehatan seluruh peserta didik dengan menghentikan PTM di sekolah. Pria kelahiran Banjarnegara 27 Maret 1991 ini berpikir keras mengatasi kebingungannya terhadap nasib rekan sesama guru.
Ia bersama rekan satu angkatan saat penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) mulai menggagas Rumah Pembelajaran Daring untuk melatih guru menggunakan platform digital di Kota Semarang.
Uniknya, ide ini muncul secara tak sengaja dalam guyonan sesama guru di kantin Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Semarang usai pelatihan menulis ijasah. Melalui diskusi ringan di kantin itu, mereka merumuskan empat pilar yang ingin diajarkan kepada guru dari Rumah Pembelajaran Daring.
Empat pilar yang dingin diajarkan yakni learning management system menggunakan Google Forms, penyusunan materi melalui Microsoft Sway, pembuatan soal menggunakan Quizizz dan Google Forms, serta konferensi video melalui Google Meet dan Zoom.
Dari pelatihan pertama ini, Galih menemukan beberapa kendala. Yakni, meskipun guru sudah bisa membuat soal, tetapi materi yang tak tersampaikan dengan baik. Hal ini juga dikeluhkan wali murid karena peserta didik terlalu banyak menerima tugas sekolah. Selain itu, pembelajaran daring ini memunculkan persoalan lain akibat tidak semua siswa memiliki gawai. Siswa SD mengandalkan handphone milik orang tua masing-masing.