REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah menyiapkan bantuan tunai se-Indonesia senilai Rp 110 triliun. Bantuan tunai tersebut ditujukan untuk masyarakat yang terdampak pandemi covid-19.
Penyaluran bansos sebagian disalurkan oleh bank pelat merah, dan PT Pos Indonesia (persero). Menurut Ekonom Indef Bhima Yudhistira, efek ekonomi bantuan secara tunai lebih besar karena kebutuhan tiap penerima berbeda.
"Ada yang beli makanan, ada yang untuk bayar tagihan listrik dan keperluan lain. Harapannya langsung bisa dibelanjakan setelah bantuan diterima," ujar Bhima kepada Republika.co.id, Selasa (5/1).
Penyaluran tunai diharapkan dapat mengurangi potensi korupsi, yang sebelumnya membayangi penyaluran bansos sembako. Hal ini karena seluruh transaksi tercatat di bank, dibandingkan dengan risiko suap dan mark up dalam pengadaan sembako.
Kendati begitu, ia memperingatkan adanya risiko pungli oleh oknum di level daerah dalam penyaluran bantuan tunai.
"Jadi pola bansos berubah, punglinya juga berubah dari hulu ke hilir. Aparat penegak hukum dan pengawas harus lebih sigap melihat celah ini," tutur Bhima.
Selain itu, perlu diingat bahwa literasi keuangan di Indonesia masih cukup rendah. Namun, penyaluran melalui PT Pos Indonesia dinilai tepat untuk menjangkau daerah miskin yang belum terjangkau bank.