REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, mengapresiasi program Bansos Tunai yang diluncurkan oleh Presiden Jokowi, yang sudah diusulkan oleh banyak pihak. Tetapi, Hidayat menyayangkan pengurangan total anggaran perlindungan sosial dari Rp 128,9 triliun (2020) menjadi Rp 110 triliun (anggaran 2021). Dan secara khusus, bansos tunai dari Rp 39 triliun (2020) menjadi Rp 12 triliun (2021), atau berkurang sebesar Rp 27 triliun.
Menurut Hidayat, seharusnya pemerintah menambahkan anggaran bantuan sosial, bukan malah memotongnya. Selain mengembalikan kepercayaan rakyat akibat korupsi dana program bansos, yang melibatkan Menteri Sosial Juliari Batubara, juga untuk meringankan beban akibat Covid-19. Pasalnya, pandemi Covid-19, mengakibatkan lonjakan jumlah pengangguran dan meningkatnya angka kemiskinan yang masih akan terbawa hingga tahun 2021.
Karenanya HNW meminta Mensos yang baru, Tri Rismaharini, dan Kemensos sebagai pelaksana anggaran untuk memprioritaskan perjuangan peningkatan anggaran perlindungan sosial dan bansos tunai khususnya, minimal sama dengan tahun 2020. Selain itu mensos juga harus memastikan validitas data penerima bansos, dan menjaga agar benar-benar tidak terjadi pemotongan bantuan di lapangan.
“Pada dasarnya saya apresiasi peluncuran bansos tunai yang menggantikan bansos sembako, tapi setelah saya cek, kenapa anggarannya berkurang besar sekali hingga Rp 27 triliun? Artinya akan banyak penerima bansos 2020 yang belum bangkit ekonominya akibat Covid-19, malah makin banyak lagi yang tidak mendapatkan bantuan tunai dari Pemerintah,” demikian disampaikan Hidayat dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (5/1), seperti dalam siaran pers.
Hidayat yang juga Anggota Komisi VIII DPR RI, mitra Kementerian Sosial ini menjelaskan, bansos tunai tahun 2021 yang diluncurkan Presiden merupakan kelanjutan dari bansos tunai non-Jabodetabek dan bansos sembako Jabodetabek, sebagai bagian dari program perlindungan sosial. Pada tahun 2020, bansos tunai non-Jabodetabek mendapatkan alokasi anggaran Rp 32,5 triliun dan bansos sembako Jabodetabek dialokasikan Rp 6,5 triliun, sehingga total Rp 39 triliun.
Namun, pada 2021 sebagai keberlanjutan kedua bansos tersebut, anggarannya dikurangi hingga tinggal Rp 12 triliun, artinya terdapat pemotongan sebesar Rp 27 triliun. Padahal, menurut data BPS, sepanjang 2020 setidaknya 5,1 juta orang kehilangan pekerjaan, 24 juta orang mengalami pengurangan jam kerja, dan jumlah penduduk miskin meningkat hingga 27 juta jiwa. Ini belum memasukkan jumlah penduduk sangat rentan miskin yang telah diselamatkan oleh Bansos sebanyak 3,4 juta jiwa menurut klaim Menkeu, atau 8,5 juta menurut perhitungan Bank Dunia.