REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menuturkan, pengetatan pembatasan sosial yang kembali diberlakukan oleh pemerintah pada pekan depan akan berdampak signifikan terhadap ekonomi. Kebijakan ini bahkan berpeluang mendorong pertumbuhan ekonomi di level negatif, terutama pada kuartal pertama.
Potensi tersebut semakin tinggi jika pendekatan yang diambil pemerintah dalam membuat beberapa kebijakan relatif sama dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebelumnya. "Di mana masih ditemukan warga daerah yang tidak disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan," tutur Yusuf saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (7/1).
Di sisi lain, Yusuf menambahkan, PSBB harus dijalankan diikuti dengan penambahan kapasitas tes yang lebih masif dan tracing serta isolasi lebih agresif. Jika tidak, penyebaran virus semakin masif, sementara pemulihan ekonomi belum terakselerasi secara maksimal.
Apabila kombinasi antara test, tracing dengan PSBB tidak dilakukan, Yusuf menuturkan, proses pemulihan ekonomi akan terhambat. Perbaikan kondisi ekonomi berjalan dalam jangka waktu yang lebih panjang, yakni lebih dari kuartal pertama.
Tantangan terutama dirasakan pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Tapi, sektor ini dapat pulih jika pemerintah sudah menyalurkan bantuan sosial (bansos) maupun bantuan sejenisnya secara cepat dan tepat.
Rencana pemerintah untuk menyalurkan bantuan kepada masyarakat terdampak sejak awal tahun sudah menjadi langkah positif. Hanya saja, Yusuf memberikan catatan, data penyaluran seperti Data Terpadu Kesejahteraan (DTKS) harus dipastikan akurasinya.
Di sisi lain, penyaluran bantuan nontunai juga tetap harus disalurkan beriringan dengan Program Keluarga Harapan (PKH) yang sudah lama berjalan. "Bagaimana penyalurannya akan menentukan kinerja konsumsi rumah tangga di kuartal pertama yang terhambat akibat PSBB ini," kata Yusuf.