Oleh : Darwin Salim Sitompul, Akademisi/Kolumnis
REPUBLIKA.CO.ID -- Karya baru dari Akmal Nasery Basral ini (baru dikirim untuk yang membeli versi pre order dengan tanda tangan penulis) saya terima hari Senin 28 Desember 2020. Baru mulai saya baca Selasa malam, 29 Desember dan selesai tadi malam 30 Desember 2020 pukul 00.30.
Bukan main! Ini adalah sebuah ‘early warning system’ yang harus dibaca! Meskipun hanya sebuah fiksi, tapi ini sebuah fiksi ilmiah yang menurut saya bisa disejajarkan dengan “Ghost Fleet” karya P.W. Singer, bahkan bagi saya lebih menakutkan, lebih menegangkan urat syaraf sehingga susah diletakkan sebelum tamat.
Penuh informasi yang dapat ditelusuri sumbernya, bukan sekedar imajinasi. Penuh dengan pengetahuan yang sangat diperlukan saat ini, namun dituturkan dengan bahasa yang renyah, enak dikunyah.
Saya malah merasa malu karena uda Akmal (begitu saya selalu menyapanya dalam komunikasi kami) bisa menjelaskan apa itu “deep web”, apa itu “dark web”, “droxing”, dan berbagai istilah teknologi informasi dan komunikasi dengan bahasa yang mudah dimengerti.
Padahal saya selalu mengalami kesulitan ketika menjelaskan itu pada mahasiswa saya di kuliah Sistem Informasi Manajemen, baik di tingkat S2, S1, maupun di tingkat Diploma 4 yang saya asuh.
Buku ini bercerita tentang seorang epidemiolog kondang Indonesia, Doktor Permata Pertiwi (Ata) yang dengan sangat berani menelusuri patient zero korban virus dari keluarga SOIV yang lebih mengerikan dari Covid-19.
Virus ini muncul di bulan November 2026. Ata mengetahui itu dari tewasnya tiga pekerja peternakan babi di Atambua, NTT. Naluri dan rasa tanggung jawabnya yang tinggi membawa doktor Ata untuk bertualang ke berbagai tempat seperti Lyon di Prancis - tempat dia menyelesaikan program doktornya di bawah bimbingan profesor epidemiolog calon pemenang Nobel - hingga ke Harbin dan Beijing di Cina.
Petualangan yang hampir saja menewaskannya, ditabrak dari belakang hingga terjerumus ke dalam sungai yang temperatur airnya minus beberapa derajat Celcius. Sempat dipenjara di tahanan rahasia intelijen Cina, terpapar virus Henipah yang membuatnya harus diisolasi ketat di RS di Beijing.