SUARA MUHAMMADIYAH -- Oleh Deri Adlis
Dalam buku Manajemen Qalbu melumpuhkan senjata Syetan, Ibnu Qayyim Al-Jauziah membagi hati menjadi tiga bagian. Pertama Hati yang sehat yaitu yaitu hati yang bersih dan selamat dari berbagai perbuatan yang menyalahi ketentuan yang telah ditetapkan Allah, bersih dan selamat dari berbagai syubhat yang bertentangan dengan berita-Nya. Hati ini dikenal dengan istilah qalbun salim. Seseorang tidak akan selamat di hari kiamat jika tidak memiliki hati ini kecuali dengan izin Allah. Sebagaimana firman Allah ; “(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tiada lagi berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (Asy-Syu’ara’: 88-89).
Para ulama berbeda pendapat dalam memahami makna qalbun salim. Namun dari perbedaan, tersebut dapat dipahami inti dari makna qalbun salim yaitu hati yang bersih dan selamat dari berbagai syahwat yang menyalahi perintah dan larangan Allah dan Rasul. Ia bersih dan selamat dari berbagai syubhat yang bertentangan serta selamat dari perbuatan melakukan penghambaan kepada selainNya. Ia juga selamat dari pemutusan hukum oleh selain yang telah ditetapkan Rasul-Nya, serta bersih dalam mencintai berpengharapan dan bertawakal kepad Allah. inilah hakikat penghambaan (ubudiyah) yang tidak boleh ditujukan kecuali kepada Allah semata.
Jadi, qalbun salim adalah hati yang selamat dari menjadikan sekutu untuk Allah dengan alasan apa pun. la hanya mengikhlaskan penghambaan dan ibadah kepada Allah semata, baik dalam kehendak, cinta, tawakal, inabah (kembali), merendahkan diri, khasyyah (takut), raja'(pengha-rapan), dan ia mengikhlaskan amalnya untuk Allah semata. Jika ia mencintai maka ia mencintai karena Allah. Jika ia membenci maka ia membenci karena Allah. Jika ia memberi maka ia memberi karena Allah. Jika ia menolak maka ia menolak karena Allah.
Kedua hati yang mati, yaitu hati yang tidak ada kehidupan didalamnya. Dia tidak mengetahui Allah sebagai tuhannya, dan tidak menyembah Allah sesuai dengan kententuan yang telah ditetapkan. Hati ini cenderung mengikuti hawa nafsu, meskipun dia mengetahu Allah akan memurkainya. Dia tidak mempedulikan hal tersebut, asalkan dia mendapatkan bagian yang diinginkannya.
Hati ini cenderung menghambakan diri selain kepada Allah, termasuk dalam kecintaan, takut, ridho pengharapan dan benci. Jika hati ini mencintai maka ia mencintai karena hawa nafsunya. Jika hati ini membenci, ia membenci karena hawa nafsunya. Jika hati ini memberi, ia memberi juga karena hawa nafsunya. Jika hati ini menolak, ia menolak karena hawa nafsunya. Hati ini cenderung menjadikan hawa nafsu adalah pemimpinnya. Syahwat dan kebodohan adalah komandan dan sopirnya, serta kelalaian adalah kendaraannya. Ia terbuai dengan pikiran untuk mendapatkan tujuan-tujuan duniawi, mabuk oleh hawa nafsu dan kesenangan dini.
Hati ini tidak mempedulikan orang yang memberi nasihat, sebaliknya ia cenderung mengikuti langkah dan keinginan syetan. Dunia terkadang membuatnya benci dan terkadang membuatnya senang. Hawa nafsu membuatnya tuli dan buta dari kebatilan. Ia adalah musuh bagi orang yang pulang dan kedamaianbagi para penghuninya. Siapa yang dekat dengan Laila tentu ia akan mencintai dan mendekati. Maka membaur dengan orang yang memiliki hati semacam ini adalah penyakit, bergaul dengannya adalah racun dan menemaninya adalah kehancuran.
Ketiga yang sakit yaitu hati yang hidup tapi memiliki kecacatan. Ia memiliki dua materi yang saling tarik-menarik. Pertama ketika ia memenangkan pertarungan itu maka di dalamnya terdapat kecintaan kepada Allah, keimanan, keikhlasan dan tawakal kepada-Nya, itulah materi kehidupan. Kedua didalam hati tersebut juga terdapat kecintaan kepada nafsu, keinginan dan usaha keras untuk mendapatkannya, dengki, takabur, bangga diri, kecintaan berkuasa dan membuat kerusakan di bumi, itulah materi yang menghancurkan dan membinasakannya. Ia diuji oleh dua penyeru: Yang satu menyeru kepada Allah dan Rasul-Nya serta hari akhirat, sedang yang lain menyeru kepada kenikmatan sesaat. Dan ia akan memenuhi salah satu di antara yang paling dekat pintu dan letaknya dengan dirinya.
Hati yang sakit ia bisa lebih dekat pada keselamatan dan bisa pula lebih dekat pada kehancuran. Seperti yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya,
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila dia mempunyai sesuatu keinginan, syetan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syetan itu dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya.
Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana, agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syetan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya.
Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat, dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwa Al-Qur’an itulah yang haq dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya, dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” (Al-Hajj: 52-54).
Dalam ayat ini Allah membagi hati menjadi tiga macam: Dua hati terkena fitnah dan satu hati yang selamat. Dua hati yang terkena fitnah adalah hati yang di dalamnya ada penyakit dan hati yang keras (mati), sedang yang selamat adalah hati orang Mukmin yang merendahkan dirinya kepada Tuhannya, dialah hati yang merasa tenang dengan-Nya, tunduk, berserah diri serta taat kepada-Nya.
Adapun hati yang hidup dan sehat maka dia tetap tegar. Ia selalu menolak berbagai ajakan syetan itu. Ia membenci dan mengutuknya. Ia mengetahui bahwa kebenaran adalah yang sebaliknya. Ia tunduk pada kebenaran, merasa tenang dengannyadan mengikutinya. la mengetahui kebatilan apa yang dibisikkan syetan. Karena itu iman dan kecintaannya pada kebenaran semakin bertambah, sebaliknya ia semakin mengingkari dan membenci kebatilan. Hati yang terfitnah dengan bisikan-bisikan syetan akan terus berada dalam keraguan, sedang hati yang selamat dan sehat tak pernah terpengaruh dengan apa pun yang dibisikkan syetan.
Hudzaifah bin Al-Yamani Radhiyallahu Anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,”Fitnah-fitnah itu menempel ke dalam hati seperti tikar (yang di-anyam), sebatang-sebatang. Hati siapa yang mencintainya, niscaya timbul noktah hitam dalam hatinya. Dan hati siapa yang meng-ingkarinya, niscaya timbul noktah putih di dalamnya, sehingga menjadi dua hati (yang berbeda). (Yang satunya hati) hitam legam seperti cangkir yang terbalik, tidak mengetahui kebaikan, tidak pula mengingkari kemungkaran, kecuali yang dicintai oleh hawa nafsunya. (Yang satunya hati) putih, tak ada fitnah yang membahayakannya selama masih ada langit dan bumi.” (Diriwayatkan Muslim).