Selasa 19 Jan 2021 15:57 WIB

Memori Kekebalan Penyintas Mungkin Ungguli Mutasi Covid-19

Ini menjawab kegelisahan varian baru akan sulit diidentifikasi oleh antibodi tubuh

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Gita Amanda
Ilustrasi Covid-19. Dalam studi terbaru, orang yang baru sembuh dari Covid-19 memiliki perlindungan untuk tidak kembali terinfeksi.
Foto: Pixabay
Ilustrasi Covid-19. Dalam studi terbaru, orang yang baru sembuh dari Covid-19 memiliki perlindungan untuk tidak kembali terinfeksi.

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam studi terbaru, orang yang baru sembuh dari Covid-19 memiliki perlindungan untuk tidak kembali terinfeksi. Menurut ilmuan dari Rockefeller University, ada sejenis kekebalan yang terbentuk dari sel B memori, dan bertahan setidaknya selama enam bulan.

Berdasarkan pemaparan, sel B akan mengingat cara membentuk antibodi terhadap virus. Salah satunya, yang menyebabkan Covid-19. Kemungkinan yang ada, kekebalan tersebut tidak akan "tertipu" oleh mutasi pada lonjakan varian ‘super-covid’ yang baru-baru ini menyebar di Inggris dan daerah lainnya.

Baca Juga

Dalam penelitian tersebut, para ilmuan menjawab kegelisahan sebelumnya yang memperkirakan varian baru akan sulit diidentifikasi oleh antibodi yang dibentuk. Penelitian yang kini terbit di Nature itu, menegaskan jika sel B dapat membantu memecahkan masalah tersebut.

"Tapi sel B berevolusi setelah pasien 'pulih' dan mengekspresikan antibodi dengan potensi penetral luas yang meningkat,’’ tulis para peneliti dalam studinya dikutip daily mail, Selasa (19/1).

Mereka menjelaskan, sel B yang berdiam di tubuh penyintas dan berevolusi selama enam bulan, tidak hanya mengenali virus corona yang tersamar, tetapi juga menghasilkan antibodi yang dapat melawannya.

Lanjutnya, 'Sel B memori' tertentu tetap berada di dalam tubuh dan berkembang biak dengan cepat serta menghasilkan antibodi melawan virus. Terlebih lagi, mereka lebih kuat daripada rekan aslinya - dan mungkin lebih tahan terhadap mutasi.

"Aktivitas antibodi penetral menurun seiring waktu. Tetapi jumlah sel B memori tetap tidak berubah,’’ kata penulis studi Dr Michel Nussenzweig, dari The Rockefeller University di New York.

Dia menambahkan, kekebalan tersebut bisa saja lebih resisten terhadap mutasi pada lonjakan protein virus yang menjadi perantara masuknya sel. Hal tersebut tentunya, memiliki implikasi penting bagi program vaksin.

"Respon memori bertanggung jawab untuk perlindungan dari infeksi ulang dan penting untuk vaksinasi yang efektif,’’ kata Dr Nussenzweig.

Menurut pengamatan timnya, sel B tidak membusuk, bahkan setelah 6,2 bulan. Sel tersebut, terus berkembang dan menunjukkan jika individu yang terinfeksi dapat meningkatkan respons yang cepat dan efektif terhadap virus setelah terpapar ulang.

Temuan ini, didasarkan pada 87 pasien Covid-19 berusia 18 hingga 76 tahun yang sampel darahnya dianalisis dua kali - sebulan dan lebih dari enam bulan setelah diagnosis. "Pengamatan ini menunjukkan memori sel B memiliki kapasitas untuk berevolusi di hadapan sejumlah kecil antigen virus yang persisten-protein kecil darinya dapat dideteksi oleh sistem kekebalan,’’ tuturnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement