REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anda yang mulai menggeluti kopi spesialti mungkin bakal sering mendengar istilah pour over. Teknik ini termasuk paling digemari dari sejumlah cara seduh kopi manual saat ini. Tidak hanya oleh barista, penyeduh rumahan juga. Namun apa itu sebenarnya pour over?
Pour over dapat dimaknai sebagai metode menyeduh kopi dengan cara menuangkan (pour) air panas ke filter atau penyaring berisi bubuk kopi. Penyaringnya bisa berbahan kertas, kain, atau metal.
Salah satu alasan cara seduh tuang ini disukai karena menghasilkan kopi jernih tanpa ampas. Meski bagi penyeduh serius, bukan sekadar itu. Pour over adalah seni.
Melalui pour over, tingkat ekstraksi kopi dapat dikontrol. Keseimbangan rasanya bisa diatur sesuai selera. Antara keasaman atau rasa manis dari kopi misalnya, juga ketebalan, atau sekadar mengurangi kepahitannya.
Pengguna juga dapat mengatur kehalusan gilingan biji kopi, kualitas air, suhu air, lama kontak air dan kopi, hingga rasio air dan kopinya. Takaran dan teknik tertentu, dapat mempengaruhi rasa dan hasil seduhannya.
Sejarah Pour Over
Untuk mengenal lebih dekat pour over, yuk menyelam sedikit ke dalam sejarahnya. Sejarah pour over, dalam beberapa narasi, kerap dikaitkan dengan penemuan paper filter atau penyaring kertas pada awal abad 19.
Filter kertas dikisahkan bermula dari kegelisahan seorang ibu asal Jerman bernama Amalie Auguste Melitta Bentz. Amalie peminum kopi. Ia selalu menyeduhnya setiap pagi. Namun ia kerap merasa terusik, saat minum, ada ampas di cangkir kopinya.
Sudah begitu, Amalie, yang biasa menggunakan pot tembaga untuk memasak kopi, sering merasa repot mencuci wadah dari bubuk kopi setiap habis digunakan.
Amalie pun mencoba memikirkan cara lain menyeduh kopi. Dari dapurnya di Dresden, Jerman, dia mulai iseng bereksperimen. Awalnya upaya itu selalu gagal.
Sampai suatu hari, dia memutuskan merobek kertas minyak dari buku catatan sekolah anaknya dan menjejejalkannya ke pot kuningan yang dilubangi. Bubuk kopi kemudian ditaruh di atas kertas tersebut. Air panas dituangkan. Larutan kopi menetes melalui kertas, langsung ke wadah.
Ternyata hasilnya memuaskan. Kopinya lebih jernih, tanpa ampas. Soal bersih-bersih ia pun tak lagi repot. Kertas penyaring berisi sisa kopi tinggal dibuang ke tempat sampah.
Pada Juni 1908, Amalie pun mengajukan paten untuk filter kertasnya itu. Ia kemudian mendirikan perusahaan startup Melitta.
Amalie dan suaminya Hugo lalu mengenalkan filter temuan mereka di Leipzig Trade Fair, Jerman pada 1909. Produk mereka di sana ternyata sukses besar. Pada 1937, Melitta kemudian mengenalkan filter berbentuk kerucut. Penapis ini populer sampai sekarang. Desainnya dinilai dapat meningkatkan kualitas seduhan kopi karena penampang lebih lebar.
Melitta kemudian juga tidak ketinggalan mengembangkan alat lebih praktis dari sekedar kaleng berlubang untuk penampung kertas penyaringnya. Mereka membuat dripper berdesain mengerucut yang bisa duduk di atas cangkir atau teko. Dripper pertama mereka yang dijual secara komersial kabarnya memiliki delapan lubang di alasnya. Pada 1960 berubah menjadi satu lubang.
Oh ya, penggunaan fillter kain sebenarnya lebih dahulu digunakan di Amerika Latin bertahun tahun sebelum penyaring kertas muncul. Namun, diduga karena penemuan dan gaung komersialisasinya, filter kertas lebih sering dilekatkan dengan sejarah metode pour over.
Perusahaan Melitta hingga kini masih bertahan bahkan mendunia. Filter dan dripper-nya dapat dijumpai di dapur dan kafe kopi seluruh dunia sampai sekarang.