Selasa 26 Jan 2021 05:46 WIB

Nadiem Hanya Respons Intoleran Baru, Bagaimana Daerah Lain?

Kemendikbud belum berhasil membongkar persoalan intoleransi di lingkungan sekolah.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi Sekolah. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengapresiasi reaksi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terkait isu intoleransi yang terjadi soal penggunaan hijab di Padang, tetapi persoalan intoleransi di lingkungan sekolah sebenarnya bukanlah hal baru.
Foto: Foto : MgRol_93
Ilustrasi Sekolah. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengapresiasi reaksi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terkait isu intoleransi yang terjadi soal penggunaan hijab di Padang, tetapi persoalan intoleransi di lingkungan sekolah sebenarnya bukanlah hal baru.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengapresiasi reaksi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terkait isu intoleransi yang terjadi soal penggunaan hijab di Padang. Namun, P2G menilai, sebenarnya persoalan intoleransi di lingkungan sekolah bukanlah hal yang baru. 

Kabid Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri menyayangkan Mendikbud Nadiem Makarim hanya merespons kasus baru yang kebetulan sedang menjadi topik hangat. "Mas Menteri tidak mengakui secara terbuka, mengungkapkan ke publik jika fenomena intoleransi tersebut banyak dan sering terjadi di dalam persekolahan di Tanah Air," kata Iman dalam keterangannya, Senin (25/1). 

Baca Juga

Iman berpendapat, Kemendikbud belum membongkar persoalan intoleransi di lingkungan sekolah. Persoalan intoleransi yang umumnya terjadi di daerah ini sebenarnya mengandung problematika dari aspek regulasi, struktural, sistematik, dan birokratis. 

"Kasus intoleransi di sekolah yang dilakukan secara terstruktur bukanlah kasus baru. Dalam catatan kami, misal, pernah ada kasus seperti pelarangan jilbab di SMAN 1 Maumere 2017 dan di SD Inpres 22 Wosi Manokwari tahun 2019. Jauh sebelumnya, 2014 sempat terjadi pada sekolah-sekolah di Bali. Sedangkan, kasus pemaksaan jilbab kami menduga lebih banyak lagi terjadi di berbagai daerah di Indonesia," kata dia.

Menurut P2G, di antara faktor penyebab utamanya adalah Peraturan Daerah (Perda) yang bermuatan intoleransi. Peristiwa pemaksaan jilbab di SMKN 2 Padang merujuk pada Instruksi Walikota Padang No 451.442/BINSOS-iii/2005. Aturan yang sudah berjalan 15 tahun lebih sebagaimana keterangan mantan wali kota Padang Fauzi Bahar. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement