Jumat 29 Jan 2021 03:50 WIB

Pakar: Masyarakat Belum Teredukasi Cara Kerja Uji Vaksin

Masih ada masyarakat yang salah melihat uji klinis vaksin terhadap relawan.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Nidia Zuraya
Seorang petugas vaksinator mengambil vaksin CoronaVac menggunakan jarum suntik dengan latar belakang foto Presiden Joko Widodo saat vaksinasi COVID-19 untuk tenaga kesehatan di RSUD Arifin Achmad, Kota Pekanbaru, Riau, Kamis (14/1/2021). Pakar Biologi Molekuler Ahmad Rusdan Hutomo menilai bahwa masyarakat belum teredukasi dengan baik terkait cara kerja vaksinasi dan outputnya.
Foto: ANTARA/FB Anggoro
Seorang petugas vaksinator mengambil vaksin CoronaVac menggunakan jarum suntik dengan latar belakang foto Presiden Joko Widodo saat vaksinasi COVID-19 untuk tenaga kesehatan di RSUD Arifin Achmad, Kota Pekanbaru, Riau, Kamis (14/1/2021). Pakar Biologi Molekuler Ahmad Rusdan Hutomo menilai bahwa masyarakat belum teredukasi dengan baik terkait cara kerja vaksinasi dan outputnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Biologi Molekuler Ahmad Rusdan Hutomo menilai bahwa masyarakat belum teredukasi dengan baik terkait cara kerja vaksinasi dan outputnya. Ia menjelaskan bahwa ada dua tahap penyakit Covid-19, yaitu tahap infeksi dan infeksi tahap gejala. 

"Sifat uji vaksin ini untuk melihat apakah vaksin yang kita miliki mampu meringankan gejala berat. Sedangkan kalau gejala ringan itu bukan masalah kita dalam pandemi. dia harus istirahat yang cukup, minum air yang banyak, selesai," kata Rusdan dalam talkshow di Tv One, Kamis (28/1).

Baca Juga

Kemudian dia juga melihat masih ada masyarakat yang salah melihat uji klinis vaksin terhadap relawan. Ada anggapan bahwa di dalam uji klinis vaksin seluruh relawan diberikan vaksin

"Nggak seperti itu. justru kita akan melihat dari 1.620 orang kan ketemu 25 yang kena Covid-19, dari 25 itu sebarannya seperti apa? kalau kita mengharapkan 100 persen efikasinya berarti 25 orang itu ada di kelompok placebo. yang dikelompok vaksin 0. itu namanya 100 persen efikasi," jelasnya.    

Selain itu dia juga menilai tidak tepat jika membandingkan antara vaksin yang satu dengan vaksin yang lain. Sebab menurutnya kualitas vaksin juga ditentukan lokasi di mana uji klinis tersebut dilakukan.

Baca juga : Suara Sumbang Program Wakaf Uang yang Diluncurkan Jokowi

"Kalau saya punya kevlar yang bagus. itu bagaimana mengujinya, menguji di kalangan preman berbekal parang atau diuji di Afganistan, di mana pasukannya terlatih. Kalau kita mau mengatakan vaksin A lebih bagus dari vaksin B itu adunya harus di tempat yang sama. Jangan-jangan vaksin A kelihatannya bagus karena medan perangnya ecek-ecek," tuturnya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement