Sabtu 30 Jan 2021 23:59 WIB

Bencana di Berbagai Daerah Bisa Picu Klaster Pengungsian

Tim Pakar ULM sebut umumnya di pengungsian masyarakat sulit terapkan prokes.

Suasana tenda pengungsian di Stadion Manakarra, Mamuju  Sulawesi Barat. Anggota Tim Pakar ULM untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Hidayatullah Muttaqin SE, MSI, Pg.D mengatakan bencana alam yang kini melanda berbagai daerah di Indonesia berpotensi menimbulkan klaster penyebaran COVID-19 dari pengungsian.
Foto: ANTARA/Akbar Tado
Suasana tenda pengungsian di Stadion Manakarra, Mamuju Sulawesi Barat. Anggota Tim Pakar ULM untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Hidayatullah Muttaqin SE, MSI, Pg.D mengatakan bencana alam yang kini melanda berbagai daerah di Indonesia berpotensi menimbulkan klaster penyebaran COVID-19 dari pengungsian.

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Anggota Tim Pakar ULM untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Hidayatullah Muttaqin SE, MSI, Pg.D mengatakan bencana alam yang kini melanda berbagai daerah di Indonesia berpotensi menimbulkan klaster penyebaran COVID-19 dari pengungsian.

"Masyarakat kesulitan menerapkan protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak dan kebersihan. Jika pemerintah tidak cepat mendeteksi maka klaster pengungsian menjadi sumber ledakan baru pada Februari 2021," kata Hidayatullah di Banjarmasin, Sabtu (30/1).

Begitu pula keterlambatan dalam melakukan perawatan terhadap pengungsi dengan gejala berat dapat menyebabkan lonjakan kasus kematian khususnya di daerah bencana yang infrastruktur kesehatannya mengalami kerusakan.

Menurut Muttaqin, ancaman 500 kasus kematian harian pun menghadang pada bulan Februari di mana semakin besar seiring banyaknya bencana alam yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia pada Januar bahkan masih berpotensi terjadi di Februari 2021.

Indikator lain yang menggambarkan ledakan COVID-19, papar dia, adalah jumlah kasus konfirmasi baru sepanjang 1-29 Januari sudah menembus 300 ribu kasus. Adapun jumlah pasien yang masih dalam status perawatan sebanyak 170 ribu kasus.

Ironisnya, ledakan kasus COVID-19 terjadi di tengah pelaksanaan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sejak 11-25 Januari 2021.

Untuk itulah, Muttaqin menilai strategi penanganan pandemi dengan menerapkan PPKM kurang efektif. Di satu sisi tidak dapat menahan laju pertumbuhan kasus konfirmasi dan kematian, di sisi lain PPKM berdampak negatif terhadap perekonomian.

Sudah saatnya pemerintah mengadopsi kebijakan "lockdown" semacam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang lebih ketat secara nasional dan menyeluruh dengan persiapan yang matang dan terukur.

Tujuan untuk memutus rantai penularan dengan memaksa penduduk untuk tinggal di rumahnya masing-masing. Sebab laju penularan COVID-19 sangat bergantung pada laju mobilitas dan interaksi fisik manusia.

"China dan Vietnam merupakan contoh sukses negara yang efektif mengendalikan pandemi dengan 'lockdown' dan perekonomiannya tumbuh positif," timpalnya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement