REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Karta Raharja Ucu (@kartaraharjaucu)
Pembangunan kompleks olahraga di Senayan yang menjadi ambisi Presiden Soekarno bukan tanpa pengorbanan. Ribuan warga Betawi rela dan ikhlas menyerahkan tanah, rumah, untuk angkat kaki dari tanah kelahiran demi suksesnya Asian Games IV yang digelar pada 1962. Meski saat ini Senayan berubah fungsi. Sebagian jadi mal, plaza, graha niaga, taman hiburan, dan berbagai sarana bisnis lainnya.
Mari kita mendaras cerita penggusuran pertama setelah kemerdekaan tersebut. Saat itu pada 1959, terjadi "bedol desa" warga Betawi dari kawasan Senayan. Ribuan warga Betawi yang tinggal di empat kampung, yakni Kampung Senayan, Petunduan, Bendungan Udik, dan Pejompongan dengan luas keseluruhan kampung mencapai 270 ha --dalam catatan berbeda disebut lahan yang dibebaskan mencapai 360 ha-- dipindah ke daerah Tebet. Kini, seluruh kawasan di empat kampung itu disebut Senayan.
Penamaan Senayan menurut sejarawan Betawi, almarhum Alwi Shahab diambil untuk pemudahan penyebutan. Apalagi Kampung Senayan adalah wilayah yang paling luas dari empat kampung yang kena gusur tersebut.
Di ruang kerjanya, Abah Alwi, sapaan Alwi Shahab, pernah bertutur kepada saya, Senayan dalam bahasa Betawi artinya Senenan, sejenis permainan berkuda. Abah Alwi merawikan, kemungkinan nama itu muncul di era Gubernur Jenderal Hindia Belanda Thomas Raffles. Saat itu, Raffles menjadikan tempat tersebut menjadi tempat bermain polo, olahraga kegemaran orang Inggris. Raffles sendiri adalah orang Inggris.
Dalam bukunya, Batavia Kota Banjir, Abah Alwi menulis, berdasarkan peta yang diterbitkan Topographisch Bureau Batavia, pada 1902 nama kawasan Senayan masih ditulis Wangsanajan. Kata ini bisa diartikan "tanah tempat tinggal" atau tanah milik seseorang bernama Wangsanaya. Perlahan-lahan nama itu berubah menjadi Senayan.
Orang Betawi di Senayan dulu banyak jadi petani, pedagang pikulan. Termasuk ketupat sayur. “Ketupat dari daerah ini terkenal kelezatannya. Dengan semur tahu dan semur kentang, dicampur sambal godok berupa pepaya muda dan petai, semua itu diambil dari kebun tanamannya masing-masing,” kata Abah Alwi.
Di atas lahan ratusan hektare area yang sudah dibebaskan itulah pemerintah Presiden Soekarno membangun stadion olahraga berkapasitas 100 ribu orang, stadion tertutup untuk 10 ribu orang, lapangan tenis, kolam renang, serta insfrastruktur penunjang lainnya untuk menyukseskan Asian Games 1962.
Stadion GBK ini dibangun pada 1960, atas bantuan Uni Soviet pada zaman Perdana Menteri Nikita Kruschev. Selain sebagai gelanggang Asian Games, muatan politik Soekarno kepada dunia internasional amat kental di pembangunan GBK.
Namun, Soekarno secara tersirat menapik proyek GBK adalah ambisi pribadinya di Otobiografi Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat yang ditulis oleh Cindy Adams. Dalam buku itu Soekarno berkomentar terkait dibangunnya GBK.
“Ini semua bukanlah untuk kejayaanku, semua ini dibangun demi kejayaan bangsa. Supaya bangsaku dihargai oleh seluruh dunia.”