Ahad 31 Jan 2021 11:54 WIB

Wakaf Uang, Antara Harapan dan Kekhawatiran

Yang berhak menghimpun wakaf uang itu adalah para nazhir wakaf uang

Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Islam (Persis), Ustaz Jeje Zaenudin.
Foto: Dok Istimewa
Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Islam (Persis), Ustaz Jeje Zaenudin.

REPUBLIKA.CO.ID, Gerakan wakaf uang yang baru-baru diluncurkan Presiden Joko Widodo menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.  Sebagian optimis wakaf uang bisa menjadi solusi untuk kesejahteraan umat yang mengalami krisis pada masa pandemi. Lainnya, khawatir terjadi penyelewengan dalam pengelolaan dan pemanfaatan wakaf uang. 

Mantan komisioner Badan Wakaf Indonesia (BWI) 2014-2017 yang kini menjabat sebagai ketua MUI pusat dan Wakil Ketua Umum PP Persatuan Islam Ustaz Jeje Zainudin berkaitan dengan topik wakaf uang, mengulas permasalahan ini. Berikut penjelasan Ustaz Jeje sebagaimana yang diterima Republika.co.id melalui layanan pesan singkat pada Ahad (31/1). 

Apa perbedaan wakaf uang dengan wakaf lainnya?

Sebenarnya secara prinsipil, wakaf uang dan wakaf lainnya itu dari aspek fikihnya sama saja. Seperti dalam wakaf itu ada unsur pewakaf (wakif), pemegang amanah wakaf (nazhir), benda wakaf (mauquf), penerima manfaat wakaf (mauquf alaih), dan ikrar wakaf (akad wakaf). Hanya saja dalam hal menjadi nazhir wakaf, ada perbedaan antara wakaf uang dengan wakaf non uang. Syarat nazhir dalam wakaf uang lebih ketat lagi. Tidak bisa individual dan sembarangan. Jika nazhir wakaf selain uang bisa perorangan,  yayasan, ataupun ormas, nazhir wakaf  uang harus lembaga wakaf formal berbadan hukum dan mempunyai keahlian dan reputasi yang baik dalam pengelolaan keuangan berdasar syariah. Karena itu nazhir wakaf uang juga harus mendapat rekomendasi dari Lembaga Keuangan Syariah yang mempunyai lisensi. Begitu juga dalam penggunaan dan memfungsikannya tidak bisa secara otomatis oleh nazhir didistribusikan kepada penerima manfaat wakaf (mauquf alaih).

Bolehkah kalau pemerintah  menghimpun wakaf uang dari para pegawai atau masyarakat umum?

Lha, bagaimana pemerintah bisa menghimpun wakaf uang? Yang berhak menghimpun wakaf uang itu adalah para nazhir wakaf uang itu sendiri. Pemerintah kan, bukan nazhir wakaf. Menurut hemat saya, ini pemahaman yang menyesatkan dan mengacaukan opini publik. Masa pemerintah berubah profesi menjadi lembaga nazhir wakaf yang menghimpun uang masyarakat ? 

Jadi sebenarnya, bagaimana alur penghimpunan dan penggunaan wakaf uang itu, menurut Ustaz?

Begini. Saya coba simulasikan secara sederhana dengan bahasa awam. Jika seseorang atau beberapa orang atau suatu lembaga mewakafkan sejumlah uang umpamanya sebesar satu miliar. Ia harus memilih lembaga nazhir wakaf uang yang sudah terdaftar dan mendapat ijin yang sah dari Kementerian Agama dan Badan Wakaf Indonesia. Kemudian pewakaf membuat ikrar wakaf yang dituangkan dalam akta ikrar wakaf uang. Atas nama siapa yang berwakaf itu, kepada lembaga wakaf apa ia menunjuk nazhir wakaf, kemudian untuk siapa hasil dan keuntungan wakaf tersebut diperuntukkan. Umpamanya wakif berikrar bahwa wakaf uang yang satu miliar itu untuk jangka waktu selama dua puluh tahun atau untuk selamanya. Lalu hasilnya itu untuk digunakan biaya pendidikan para santri yang ada di suatu pesantren yang ditunjuk. Atau untuk kepentingan membangun pondok, rumah sakit, pengiriman dai ke pedalaman, atau selainnya.

Agar uang wakaf yang satu miliar itu memberi hasil dan manfaat buat mauquf alaihnya yaitu pihak yang ditunjuk menerima hasil wakaf itu, maka uang wakaf tersebut harus diinvestasikan atau dimodalkan kepada usaha atau bisnis yang aman dan menguntungkan. Umpamanya uang wakaf satu miliar itu dipakai penyertaan modal pembangunan hotel syariah atau modal produksi percetakan buku. Maka uang satu miliar itu harus utuh dan dikembalikan lagi ke nazhir sesuai jangka waktu perjanjian kerjasama. Lalu hasil dari permodalan usaha dari uang wakaf itu wajib didistribusikan kepada penerima manfaat wakaf seusai dengan ikrar wakaf dari pewakaf itu. 

Karena uang wakaf itu wajib terjaga dan terpelihara keutuhan dan kelanggengannya, maka investasi wakaf uang itu harus sangat hati-hati dan ketat. Karena itu pula para pebisnis tentu sangat khawatir kalau menggunakan modal uang wakaf, karena tidak boleh ada kerugian pada jumlah nominal uang wakaf.

Kalau demikian, dimana sebenarnya posisi pemerintah dan masyarakat dalam program wakaf uang itu?

Saya kira, yang paling tepat itu pemerintah selain berposisi sebagai regulator, juga terlibat aktif sebagai motivator, inspirator, inisiator, pelopor dan sekaligus penjamin keamanan dalam berwakaf uang dan pemberdayaannya. Akan sangat dahsyat jika pemerintah setelah meluncurkan gerakan wakaf nasional itu diikuti dengan langkah konkrit yaitu dimulai dari kepala negara, para menteri, hingga jajaran para pegawai pemerintahan terbawah menyerahkan sebagian gajinya untuk jadi wakaf uang. Begitu juga para legislator dan para pengusaha. Lalu diikuti oleh seluruh komponen masyarakat semua lapisan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Mungkin dalam sekian tahun terhimpun puluhan triliun rupiah.

Kemudian wakaf uang yang telah terkumpulkan itu dengan tercatat secara rapi dan tertib di nazhir-nazhir wakaf yang kompeten disiapkan untuk permodalan membangun proyek-proyek penting bagi kesejahteraan umat. Bagi proyek swasta maupun proyek pemerintah. Kemudian keuntungan bagi hasilnya itu diserahkan lagi kepada kepentingan umat, pengentasan kemiskinan, permodalan usaha kecil, beasiswa pendidikan, pembangunan sekolah dan pondok pesantren, ratibah para dai dan guru ngaji, dan lain sebagainya. Maka sungguh dampaknya akan sangat-sangat luar biasa.  Uang wakafnya tetap utuh milik umat Islam yang dititipkan di nazhir, dan hasilnya terus mengalir bagi kepentingan umat juga. 

Apa keuntungan dan dampak sosial politik yang muncul jika gerakan nasional wakaf uang ini berjalan dan sukses, menurut Ustaz?

Menurut hemat saya akan banyak sekali implikasi positif nya jika gerakan nasional wakaf uang ini berhasil.

Pertama, uang masyarakat yang terkumpul dari wakaf itu akan terjamin dengan aman dan memang harus serta wajib dilindungi dan dijaga keamanannya oleh pemerintah dari terjadi penyelewengan dan kerugian. Karena nominal uang wakaf itu harus tetap utuh dan terjaga.  Kalau terjadi kerugian, penyelewengan, apalagi dikorupsi dalam melakukan proyeknya, umpamanya, maka uang wakaf itu wajib dikembalikan dalam keadaan utuh. 

Kedua. Uang wakaf tidak akan menumpuk tanpa produktif di para nazhir karena ketidak mampuan mengelolanya disebabkan tidak punya rekanan bisnis yang menjadikan uang wakaf sebagai modal usaha. 

Ketiga, pemerintah bisa mengurangi ketergantungan kepada utang luar negeri dalam membiayai proyek-proyek pembangunannya. Dan tentu saja yang paling diprioritaskan kepada pembangunan  proyek produktif untuk memberi keuntungan besar bagi uang wakaf itu sendiri agar hasil bagi hasilnya besar untuk umat Islam. Jika proyek produktif itu dibiayai hasil pinjaman uar negeri atau dari Bank ribawi, tentu saja yang menikmati keuntungan juga para pemodalnya, dan kehormatan negara juga jadi tergadai. Tetapi jika dibiayai dengan modal dari wakaf uang, maka keuntungannya juga kembali bagi kesejahteraan umat. Masyarakat jadi menikmati keuntungan dua kali lipat: mereka menjadi pengguna jasa proyek-proyek pemerintah, mereka juga menjadi penerima manfaat dan pembagian bagi hasil dari proyek-proyek produktif tersebut. dalam waktu bersamaan marwah negara juga terjaga , minimal berkurang dari intervensi hutang asing.

Keempat. Kepedulian masyarakat terhadap keselamatan dan kesuksesan proyek yang dibangun dengan wakaf tentu akan lebih besar dibanding dengan yang dibangun dengan dana hutang luar negeri. Sebab masyarakat merasa ikut memiliki dan bertanggungjawab. Karena itu adalah uang titipan wakaf mereka. Maka partisipasi masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan proyek serta pengelolaannya akan semakin kuat dan beralasan sebab pada hakikatnya itu adalah proyek wakaf mereka.

Apakah ada peluang penyelewengan penggunaan wakaf uang tersebut?

Kalau bicara peluang penyelewengan, apa sih di kita itu yang tidak diselewengkan? Uang sedekah, uang zakat, uang wakaf, dan sebagainya berpeluang diselewengkan. Kasus-kasus wakaf tanah, kebun, sawah, bahkan mesjid dan pesantren yang diselewengkan itu tidak terhitung banyaknya. Bisa dicek ke pengadilan agama betapa seringnya kasus perkara hukum penyelewengan wakaf. Yang tidak diperkarakan ke pengadilan lebih banyak lagi. Nah, apakah karena adanya kasus-kasus itu berarti kita harus berkampanye kepada masyarakat agar menghentikan wakaf kepada yayasan, ormas, pesantren, dan lain sebagainya? Tentu bukan begitu cara berpikirnya. Tapi bagaimana kita tetap mendorong semangat berwakaf masyarakat tetapi diikuti dengan usaha maksimal membentengi penyelewengannya dengan regulasi yang jelas dan ketat, kemudian ikut terlibat dalam pengawasan penegakkan hukumnya yang benar dan tegas.

Apa harapan ustaz kepada pemerintah dan masyarakat?

Saya berharap agar gerakan nasional wakaf uang ini tidak berhenti sampai peluncuran program secara formalitas saja. Tapi seperti yang tadi telah saya sampaikan harus diikuti dengan langkah-langkah yuridis, konkrit, praktis, dan strategis.  Dimulai dengan penguatan regulasi tata kelola sehingga benar-benar transparan, akuntable, produktif,  sehingga yakin terjaga keamanannya. Dipelopori wakaf uang oleh para pejabat negara dari pusat hingga daerah, korporasi, dan para konglomerat, pengusaha dan orang-orang berada. Wakaf uang yang potensinya cukup besar itulah yang diprioritaskan bagi pembangunan proyek-proyek yang pemerintah yang besar juga.  Kemudian keuntungan dan bagi hasilnya dari proyek-proyek yang produktif itu diperuntukkan bagi kepentingan kesejahteraan dan pemberdayaan umat di bidang pendidikan, ekonomi, dan kesehatan secara langsung atau juga melalui saluran ormas-ormas Islam yang jelas-jelas mempunyai program pemberdayaan umat juga. 

Sementara gerakan wakaf di kalangan masyarakat bawah yang selama ini juga sudah ada dan sangat membantu keberlangsungan pendidikan dan gerakan pemberdayaan sosial keumatan di akar rumput, jangan diganggu melainkan terus didukung, dilindungi, dan difasilitasi serta diberi kemudahan dalam prosedur pengurusannya.  

Saya juga mengajak seluruh komponen masyarakat untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang wakaf uang ini sebagai salah satu bentuk wakaf yang praktis dan lebih produktif untuk zaman sekarang ini yang dapat menjadi salah satu upaya penguatan dan percepatan pembangunan ekonomi umat yang berasaskan syariah.

Kita harus sadari bersama bahwa kita semua akan mati, demikian juga para pemimpin pemerintahan akan datang silih berganti, tetapi wakaf itu akan tetap abadi dan pahalanya akan terus mengalir tiada henti, sampai berhentinya pergiliran siang dan malam di planet bumi ini. Karena itu masyarakat harus memperoleh berita dan edukasi yang benar, jangan diberi berita-berita simpang siur tanpa dasar apalagi yang mengandung unsur hoax dan fitnah yang pada akhirnya merugikan kepentingan umat itu sendiri.

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement