REPUBLIKA.CO.ID, --- Oleh Fritz E Simandjuntak, Pengurus KONI Pusat periode 1995-2002
Ketika diminta kesediaan sebagai salah satu pengurus KONI Pusat periode pertama Wismoyo Arismunandar 1995-1999, saya berkesempatan berdialog dengan almarhum di rumah dinas KSAD Jalan Gatot Soebroto Jakarta.
Saya memberanikan diri mengungkapkan bahwa saya mantan aktivis yang termasuk blacklist di pemerintahan Soeharto.
Saya tidak bisa jadi PNS, setiap kali ke luar negeri harus minta ijin khusus, dan ditolak di perusahaan yang memiliki kerjasama dengan pemerintah.
Wismoyo sempat terdiam sejenak, dan menyatakan bahwa kita bekerja untuk membangun kehormatan bangsa melalui olahraga. Bukan berpolitik. “Prestasi dan kesejahteraan atlet harus ditingkatkan. Kamu bantu saya sebagai Wakil Ketua Bidang Anggaran yang berjuang mendapatkan sponsor”, katanya.
Sayapun sempat tertegun dan langsung menerima tugas dan peran saya di KONI Pusat. Sejak pertemuan pertama itulah saya percaya dan kagum terhadap Almarhum Wismoyo Arismunandar karena melalui olahraga beliau bertekad membangun kehormatan bangsa Indonesia.
Tahun 1995 itu pula saya ditugaskan mendampingi tim Olympiade Indonesia yang berkebutuhan khusus di bawah naungan Special Olympics Indonesia (SOIna) ke New Haven, Amerika Serikat. Selama di sana saya diminta untuk mempelajari bagaimana Amerika Serikat menjalin hubungan baik dengan sponsor. Dan apa yang harus dilakukan KONI Pusat ke depannya.
Tentu saja dalam laporan saya ke beliau, faktor faktor kemanusiaan dari Special Olympics yang khusus dirancang oleh The Joseph P. Kennedy Jr. Foundation juga saya laporkan. Dan beliau serius meminta penjelasan yang lebih detil.
Olympiade dengan motto “Let me win. But if we can not win, let me be brave in the attempt” tahun 1995 tersebut diikuti oleh 7000 atlet dari 143 negara dalam 21 cabang olahraga. Dibuka oleh Presiden Clinton, beberapa kepala negara dari El Salvador, Boswana, Mali Portugal, serta selebritis olahraga seperti Pele, Florence Griffith, Nadia Comaneci turut hadir.
Kemudian saya jelaskan rencana kerja untuk menggalang sponsor menghadapi Olimpiade 1996 di Atlanta. Sementara untuk SEA Games 1995 di Chiang Mai saya berterus terang sangat sulit diperoleh karena waktunya yang sudah sempit. Beliau mengatakan untuk SEA Games 1997 kita akan mendapat bantuan dari pada pengusaha pejuang yang peduli dengan olahraga. Hal itu membuat saya lega dan ternyata beliau pandai dalam “encouraging the heart” bawahannya.
Satu hal yang cukup menyulitkan saya adalah birokrasi yang kaku di KONI Pusat. Seperti layaknya organisasi pemerintahan saat itu, semua surat keluar harus dilakukan oleh Sekretaris Jenderal.
Padahal saat itu surat elektronik sudah mulai digunakan. Dan dalam proses negosiasi dengan sponsor diperlukan komunikasi berkali kali yang akan lama prosesnya kalau harus dilakukan oleh Sekretaris Jenderal.
Saya meminta pengecualian ke beliau, didampingi oleh Almarhum Togi Hutagaol dan Bapak R Warouw.
Dengan arahan Pak Wismoyo saya diijinkan melakukan komunikasi langsung dengan para sponsor melalui surat menyurat baik elektronik maupun surat biasa sepanjang tidak ada komitmen yang berkaitan dengan anggaran. Ini sangat membantu proses mencari sponsor termasuk komunikasi dan negosiasi.