REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar otonomi daerah Djohermasyah Djohan mengatakan, apabila pilkada digelar serentak pada 2024, kemungkinan akan muncul kekhawatiran adanya kepentingan tertentu dari pemerintah saat ratusan kepala daerah diisi oleh para penjabat (pj). Opsi lainnya, pemerintah melalui revisi Undang-Undang tentang Pilkada, dapat memperpanjang jabatan kepala daerah hasil pilkada 2017 dan 2018.
"Yang masa jabatannya habis di 2022 dan 2023 diperpanjang ke 2024. Bisa saja itu diadopsi karena mereka sudah punya pengalaman, dan yang paling penting, mereka legitimate," ujar Djohermasyah dalam diskusi publik secara daring, Kamis (4/2).
Dia menyebutkan, ada 101 kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2022, termasuk gubernur DKI Jakarta. Sementara, ada 170 kepala daerah akhir masa jabatannya pada 2023.
Namun, berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, tidak ada pemilihan kepala daerah pada 2022 dan 2023. Jabatan kepala daerah akan diisi para penjabat dari jajaran aparatur sipil negara (ASN) pemerintah pusat untuk gubernur dan pemerintah provinsi untuk bupati/wali kota yang memenuhi syarat serta ditunjuk menteri dalam negeri (mendagri) dan gubernur.
"Persoalan Pj ini legitimasinya kurang karena dia diangkat oleh pemimpin. apalagi kalau ada kecurigaan ke pemerintah, bisa aja ditaruh orang-orang yang pro kepentingan pemerintah," kata Djohermansyah.