Oleh : Nidia Zuraya*
REPUBLIKA.CO.ID, Dunia masih dibekap pandemi Covid-19. Karenanya, aktivitas ekonomi di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia, masih akan terbatas pada tahun ini.
Sektor perdagangan, industri manufaktur hingga industri pariwisata ikut dihantam oleh virus corona baru ini. Akibatnya, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal pun terjadi hampir di semua sektor usaha. Kalaupun tak sampai melakukan PHK, para pemilik usaha terpaksa merumahkan karyawannya tanpa dibayar karena faktor lesunya kegiatan ekonomi.
Dalam jangka panjang pembatasan ini bakal berdampak pada daya beli masyarakat. Sepanjang tahun lalu saja, menurut catatan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), kehilangan daya beli masyarakat karena pandemi Covid-19 diperkirakan mendekati Rp 1.000 triliun. Daya beli masyarakat yang hilang ini akibat pendapatan yang hilang baik secara langsung dan tak langsung.
Padahal sejatinya, daya beli yang dimiliki masyarakat ini menjadi mesin pendorong konsumsi rumah tangga. Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia beberapa tahun terakhir sangat mengandalkan konsumsi rumah tangga sebagai pendorong utama, selain belanja pemerintah.
Jika konsumsi rumah tangga atau belanja masyarakat terus menurun tentunya juga bakal berdampak pada lesunya kegiatan berbagai sektor usaha.
Pembatasan aktivitas selama pandemi membuat masyarakat menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah. Kondisi ini berdampak pada meningkatnya konsumsi listrik kelompok pelanggan rumah tangga.
PLN mencatat selama penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), konsumsi listrik pelanggan rumah tangga mengalami kenaikan rata-rata berkisar antara 13-17 persen. Kebalikannya, penurunan konsumsi listrik justru terjadi di sektor industri yang mana rata-rata menunjukkan penurunan hingga 25 persen. Sedangkan sektor bisnis dan hotel turun hingga 60 persen.
Secara nasional, Kementerian ESDM mencatat dari seluruh provinsi RI, ada delapan wilayah yang mengalami penurunan konsumsi listrik lebih dari 5 persen. Wilayah itu adalah Sumatera Barat 7,12 persen, Sulawesi Tenggara 7,68 persen, dan Bali 32,87 persen, Jawa Timur 6,33 persen, Jawa Tengah 6,28 persen, dan Jawa Barat 10,57 persen, Banten 12,82 persen serta Disjaya dan Tangerang 5,62 persen.
Kementerian ESDM juga mencatat realisasi subsidi listrik dan energi naik pada tahun 2020 karena konsumsi BBM dan LPG bersubdi juga naik. Dari yang semula ditargetkan sebesar Rp 38,6 triliun naik menjadi Rp 55,4 triliun. Sedangkan untuk subsidi listrik dari pagu anggaran Rp 51 triliun menjadi Rp 49,7 triliun.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk memulihkan daya beli masyarakat adalah dengan memberikan subsidi listrik stimulus Covid-19 oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Program yang sudah berjalan pada 2020 lalu ini akan dilanjutkan pada tahun ini.
Menurut Menteri BUMN yang juga Ketua Komite Penanganan Covid dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Erick Thohir, kelanjutan program stimulus tagihan listrik ini sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo.
Pemberian bantuan keringanan biaya listrik PLN berupa diskon 100 persen atau gratis untuk pelanggan rumah tangga daya 450 VA, bisnis kecil daya 450 VA, dan industri kecil daya 450 VA. Adapun untuk pelanggan prabayar, setiap bulannya diberikan token gratis yang besarannya sama seperti sebelumnya.
Kemudian, diskon 50 persen diberikan kepada golongan pascabayar pelanggan golongan rumah tangga 900 VA bersubsidi. Begitupun pelanggan golongan rumah tangga prabayar 900 VA yang mendapatkan diskon tarif listrik untuk pembelian token sebesar 50 persen.
Stimulus listrik ini nantinya akan berlaku untuk pelanggan pascabayar penghitungan rekening periode Januari-Maret 2021. Begitu pun untuk pelanggan prabayar akan berlaku saat pembelian token listrik pada periode yang sama.
Dari sisi jumlah penerima stimulus Covid-19, jumlah pelanggan rumah tangga 450VA sebanyak 24,16 juta pelanggan, sedangkan pelanggan 900VA Bersubsidi sebanyak 7,87 juta pelanggan. Jumlah pelanggan Bisnis Kecil (B1) dan Industri Kecil (I1) sebanyak kurang lebih 459 ribu pelanggan.
Program diskon tagihan listrik ini dilanjutkan untuk melengkapi program perlindungan sosial lainnya seperti bansos tunai dan kartu prakerja serta bantuan subsidi bunga dan pembiayaan untuk sektor UMKM. Dengan adanya berbagai program ikhtiar pemulihan daya beli ini diharapkan target pemulihan ekonomi nasional bisa cepat tercapai.
*) Penulis adalah Redaktur Republika.co.id