Oleh Juznia Andriani (Pustakawan di Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian. Hobi membaca dan travelling)
REPUBLIKA.CO.ID, Pandemi Covid 19 merubah beberapa aspek kehidupan. Pembatasan bepergian dan berkumpul dengan orang dalam jumlah banyak membuat beberapa aktivitas kegiatan terhambat. Salah satu yang mengalami adalah perpustakaan.
Perpustakaan harus tetap mengupayakan pelayanan prima bagi pemustaka dengan melakukan inovasi pelayanan beradaptasi dalam tatanan baru. Bertambahnya penyintas Covid membuat PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) semakin diperketat dan sangat berpengaruh dalam tingkat kunjungan secara fisik ke perpustakaan. Hal ini terasa sekali, biasanya pemustaka datang ke perpustakaan secara individu atau berkelompok, sekarang berkurang jauh. Namun,masih ada juga pemustaka yang tetap ingin berkunjung secara fisik ke perpustakaan.
Perpustakaan melalui tim manajemen telah membuat beberapa aturan atau Standar Operasional Prosedur bagi pemustaka yang berkunjung sesuai dengan protokol kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Beberapa pengumuman dan spanduk berisi tentang tata tertib masuk ke kawasan perpustakaan perlu dibuat. Spanduk dipasang di beberapa lokasi yang mudah dilihat dan dibaca oleh pemustaka.
Untuk mengurangi resiko penularan Covid, perpustakaan membatasi jumlah peserta kunjungan. Pemustaka harus konfirmasi terlebih dahulu. Setelah memenuhi jumlah kuota, pendaftaran kunjungan ditutup. Selain pemberlakuan batasan kunjungan, persiapan fisik juga dilakukan meliputi penyiapan fasilitas yang mendukung protokol kesehatan seperti penyiapan sarana mencuci tangan dilengkapi sabun dengan air mengalir, menyediakan masker, hand sanitizer dan alat cek suhu badan saat masuk ke gedung perpustakaan. Pemustaka yang suhunya masih dalam batas toleransi diperbolehkan berkunjung. Bagi pemustaka yang suhunya diatas batas ambang toleransi 37.3 tidak boleh berkunjung dan disarankan untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat.
Tata letak untuk fasilitas dan perabotan di ruang baca perpustakaan perlu disesuaikan dengan kondisi pandemi. Tata letak meja dan kursi serta komputer untuk akses diatur sesuai jarak rekomendasi yang ditetapkan. Jarak antar kursi yang direkomendasikan yaitu 1,5 sampai dengan 2 meter. Di atas meja disediakan hand sanitizer dan tissue basah. Demikian juga untuk akses komputer, telah dibuat berjarak sehingga pemustaka tidak saling berdekatan dalam memanfaatkannya.
Semua alat atau fasilitas layanan perpustakaan perlu dibersihkan dengan disenfektan. Meja, kursi, komputer selalu dibersihkan setiap hari. Bagi pemustaka yang memerlukan jasa penelusuran, pada saat mendaftar kunjungan di hari sebelumnya menuliskan informasi yang dibutuhkan. Hal ini mempermudah pustakawan untuk menelusur sebelumnya. Saat pemustaka datang, bahan informasi telah tersedia. Hal ini dapat mengurangi durasi kontak fisik antara pemustaka dan pustakawan. Untuk penelusuran elektronis pemustaka bisa menelusur secara mandiri atau dibantu petugas tentunya dengan tetap memperhatikan social distancing.
Penentuan pustakawan yang masuk kerja selama pandemi menjadi bahan diskusi yang alot. Beberapa pustakawan merasa takut terkena virus Corona dan memilih untuk Work From Home (WFH), namun tetap mengerjakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Sebagian ada yang memilih Work From Office (WFO) namun dengan fasilitas tambahan sesuai protokol kesehatan. Akhirnya tim manajemen membuat jadwal untuk WFH dan WFO. Beberapa pertimbangan mendasari penyusunan jadwal ini. Beberapa pustakawan karena faktor usia dan kesehatan dipersilakan untuk memilih WFH atau WFO.
Faktor transportasi menjadi pertimbangan juga bagi tim manajemen dalam menyusun jadwal masuk. Sebagian pustakawan yang menggunakan angkutan umum seperti kereta diberi jadwal yang fleksibel. Kereta memang masih sulit untuk menerapkan social distancing secara efektif. Untuk pustakawan yang WFO diberi makan siang, sehingga mereka tidak perlu keluar perpustakaan untuk mencari makan. Tim manajemen juga sangat memperhatikan kondisi kesehatan pustakawan. Kami para pustakawan dijadwalkan melakukan rapid test secara regular untuk mengetahui kondisi kesehatan kami. Paket kesehatan yang berisi vitamin, madu, susu, masker dan hand sanitizer rutin kami dapatkan selama pandemi.
Praktik Work From Home (WFH) menjadi hal baru yang harus dijalani. Tentu awalnya sulit bagi pustakawan untuk mengubah dan menyesuaikan diri dengan pola kerja WFH. Pustakawan biasanya bekerja melayani pemustaka yang datang untuk mencari informasi, sekarang harus berubah dan mencari inovasi terobosan baru yang menyesuaikan dengan masa pandemi. Meskipun bekerja dari rumah namun pelayanan prima harus dilakukan. Pustakawan harus jemput bola kepada pemustaka untuk menawarkan informasi yang dikelola perpustakaan.
Pustakawan bekerja dari rumah Work From Home (WFH) mendapatkan tugas dan tetap bekerja seperti biasa. Absensi dan target kerja perlu disesuaikan bagi yang WFH. Penelusuran dapat dilakukan melalui online dan hasilnya dikirim secara online juga. Beberapa kegiatan sebelumnya seperti literasi yang sebelumnya dilakukan tatap muka diganti dengan daring via virtual meeting yang hemat dari segi waktu dan biaya. Peserta yang bergabung juga relatif lebih banyak.
Selama WFH kerinduan pada suasana perpustakaan dapat terobati saat rapat staf via daring. Rapat virtual menjadi kebiasaan baru di pustakawan. Awalnya masih banyak kekurangan. Banyak kejadian lucu yang terjadi di awal rapat virtual. Ada partisipan yang lupa untuk menyalakan “mute” sehingga saat dia bicara seperti orang berpantomim. Ada yang ikut rapat sambil mengasuh anak, sehingga celoteh anaknya masuk dan terjadi kebocoran suara. Celoteh yang lucu membuat peserta jadi terhibur tanpa sengaja.
Rapat virtual ternyata membawa kelelahan juga secara fisik. Bagi pustakawan yang sudah berumur menatap kotak layar selama dua jam nonstop membuat capai. Baik itu capai mata maupun fisik. Hal ini dapat diatasi dengan ice breaking sebentar saat rapat. Beberapa pustakawan kadang ikut rapat dengan mengambil lokasi di teras atau di kebun belakang rumah. Hal ini dapat mengurangi kejenuhan juga. Masa pandemi telah memunculkan ide baru dalam bekerja.
Kerja dari rumah membuat pustakawan menyusun jadwal kerja yang efektif. Tidak dipungkiri, kegiatan rumah tangga tentunya ikut dibereskan juga saat WFH, apalagi bagi kaum ibu. Disinilah perlu jadwal yang harus ditaati agar target pekerjaan tercapai tidak terbengkalai. Bagi pustakawan yang masih mempunyai anak usia sekolah, cukup repot juga untuk WFH dan mendampingi anak yang melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh. Disinilah kemampuan multi tasking pustakawan teruji.
Memang sudah menjadi sifat manusia, di saat belum pandemi berharap kapan keluar dari rutinitas kerja. Bermaksud tinggal di rumah untuk menyelesaikan pekerjaan domestik. Namun, saat diberi kesempatan WFH, keinginan untuk bertemu dengan rekan kerja dan suasana kantor terus muncul. Pandemi telah membuka mata kita, untuk selalu bersyukur dan menyikapi keadaan dengan terus berkarya dan melakukan inovasi.