Oleh Nurhayati, S.Pd.I
REPUBLIKA.CO.ID, Tantangan orang tua di era tekonologi yang semakin berkembang ini bertambah. Banyak orang tua yang mengeluh kalau mereka sulit mencegah anaknya agar tidak kecanduan bermain gawai. Apalagi dengan adanya pembelajaran jarak jauh seperti sekarang ini, mengharuskan mereka menggunakan gawai. Orang tua tentu menginginkan anaknya dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Akan tetapi, anak-anak menjadi keterusan, anteng dengan gawainya sampai lupa waktu dan lupa bersosialisasi. Mereka bisa marah, menangis, sampai mengamuk jika disuruh berhenti bermain gawai.
Bukan hanya itu, dampak buruk memakai gawai bisa berpengaruh pada kesehatan. Anak-anak, terutama anak usia dini yang seharusnya banyak melakukan aktivitas fisik, jadi berkurang. Mereka sulit tidur. Belum lagi risiko terpapar bahaya radiasi yang bisa mengakibatkan rabun jauh jika menatap gawai terlalu lama. Hasil studi dari Gopinath, dkk., tahun 2011, dari 24 anak di sekolah PAUD di Sydney, terjadi penyempitan diameter retinal arteriolar yang berfungsi mengalirkan darah ke retina.
Bahaya lain yang mengintai dari pengunaan gawai adalah pengaruh kekerasan dan pornografi dari akses internet yang tidak bisa dikontrol orang tua. Walau sudah disetel tontonan untuk anak, tetapi bisa saja muncul dari iklan yang ditayangkan, tidak cocok untuk anak-anak.
Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh psikolog Elizabeth T. Santosa, dalam buku “Raising Children in Digital Area”. Menurut dia, memang tidak dipungkiri bahwa teknologi bisa berbahaya bagi anak-anak. Teknologi bisa menyebabkan anak menjadi kecanduan, sulit berkomunikasi, dan sebagainya. Pola asuh orang tua seakan tergantikan dengan gawai dan televisi.
Lalu, bagaimana menyikapi hal tersebut? Tentunya orang tua menginginkan anaknya mampu mengikuti kemajuan teknologi. Namun, orang tua juga tidak menginginkan kecanggihan teknologi menghambat perkembangan anaknya. Terutama pada masa anak usia dini yang sedang dalam tahap penting pertumbuhan dan perkembangannya.
Ada yang masih ingat, dengan video viral seorang ibu yang melukis wajah di sekitar mata anaknya seperti berdarah? Hal itu dilakukan agar anak berhenti bermain gawai. Anak diberitahu bahwa matanya bisa seperti itu karena bermain gawai. Namun, cara ini dinilai kurang tepat dan tidak efektif karena menakuti dan membohongi anak.
Saya sendiri juga mengalami kesulitan mencegah anak bermain gawai. Selain orang tua, saya juga seorang pendidik yang dituntut untuk menguasai teknologi. Berjam-jam duduk di depan laptop, membuat administrasi guru. Menggunakan ponsel untuk membuat laporan, membuat video pembelajaran, serta PJJ. Tentunya, anak jadi meniru, bahkan agar tak mengganggu pekerjaan, anak diberikan gawai.
Akhirnya, saya menyadari perubahan tersebut. Anak jadi kecanduan bermain gawai. Awalnya sangat sulit, melarang mereka bermain gawai juga tidak bijak karena mereka melihat orang tuanya sendiri. Akan tetapi, dampak buruk itu pelan-pelan bisa dikurangi dengan membuat kesepakatan jadwal bermain gawai. Untuk anak yang pertama, karena sudah sekolah dasar lebih mudah, bisa diberi pengertian.
Namun, untuk anak yang kedua, karena masih berusia empat tahun, sedikit sulit. Saya harus pintar membagi waktu. Mendampingi mereka bermain fisik, agar tidak ingat bermain gawai, dan bekerja saat anak tidur. Sebagai orang tua, saya juga harus tegas pada anak, menepati kesepakatan yang telah dibuat.
Dari buku “Seri Pendidikan Orang Tua: Mengenalkan Gawai pada Anak” yang diluncurkan oleh Kemendikbud pada tahun 2020, orang tua harus bijak mengenalkan gawai ke anak. Gawai yang berupa telepon pintar, tablet, dan laptop, merupakan bagian tidak terpisahkan dalam kehidupan modern sekarang ini. Kita bisa mengenalkan fungsinya yang bukan hanya untuk hiburan, tetapi juga bisa digunakan belajar.
Berapa lama sih waktu yang tepat untuk menggunakan teknologi tersebut pada anak dari segi kesehatan? Menurut rekomendasi WHO (World Health Organization), screen time atau waktu anak secara pasif menonton hiburan berbasis layar perangkat digital untuk anak usia 3 – 4 tahun adalah 60 menit per hari. Sedangkan usia 5 – 6 tahun adalah 120 menit per hari. Kurang dari durasi ini adalah lebih baik.
Jadi, jangan ragu untuk mengenalkan teknologi berbasis gawai pada anak usia dini. Banyak dampak positif yang bisa didapat, antara lain karena tidak memungkinkan untuk tatap muka, belajar bisa secara daring. Kemudian, mudah mendapatkan informasi, meningkatkan kognitif serta kreativitas anak, dsb. Untuk mengurangi dampak negatifnya, diperlukan pendampingan orang tua untuk membagi jadwal antara melakukan aktifitas fisik, bermain gawai, serta istirahat yang cukup pada anak.