REPUBLIKA.CO.ID, SAN FRANCISCO -- Google akan menerapkan kebijakan baru dengan menghentikan cookie di browser Chrome. Cookie melacak aktivitas internet. Pelacakan di internet pengguna yang memungkinkan raksasa web itu menayangkan iklan yang dipersonalisasi.
Dilansir dari Japan Today, Senin (8/2), bulan lalu, Google meluncurkan hasil tes yang menunjukkan alternatif dari praktik pelacakan lama dengan cookie. Mereka mengklaim itu dapat meningkatkan privasi online sambil tetap memungkinkan pengiklan untuk menyajikan pesan yang relevan. Google menjelaskan sistem itu disebut Federated Learning of Cohorts (FloC).
“Pendekatan ini secara efektif menyembunyikan individu ‘dalam kerumunan’ dan menggunakan pemrosesan di perangkat untuk menjaga riwayat web seseorang tetap pribadi di browser,” kata manajer produk Google Chetna Bindra.
“Hasil menunjukkan bahwa dalam hal menghasilkan audiens berbasis minat, FloC dapat memberikan sinyal pengganti yang efektif untuk cookie pihak ketiga,” ujarnya lagi.
Google berencana untuk mulai menguji pendekatan FloC dengan pengiklan akhir tahun ini dengan browser Chrome-nya.
“Iklan penting untuk menjaga web tetap terbuka untuk semua orang, tetapi ekosistem web berisiko jika praktik privasi tidak mengikuti ekspektasi yang berubah,” kata Bindra.
Google memiliki banyak insentif untuk perubahan tersebut. Raksasa internet Amerika Serikat (AS) tersebut telah dihujani oleh kritik atas privasi pengguna dan sangat menyadari tren undang-undang yang melindungi hak data pengguna.
Ketakutan yang meningkat terhadap pelacakan cookie telah mendorong dukungan untuk undang-undang hak internet, seperti General Data Protection Regulation (GDPR) di Eropa. Hal itu membuat Google menemukan cara untuk menargetkan iklan secara efektif tanpa mengetahui terlalu banyak tentang setiap orang.
Beberapa jenis cookie-yang merupakan file teks yang disimpan saat pengguna mengunjungi situs web-merupakan kemudahan untuk masuk dan menjelajahi situs yang sering dikunjungi.
Namun, jenis cookie lainnya dianggap berbahaya. Menurut staf teknologi Electronic Frontier Foundation Bennet Cyphers, cookie pihak ketiga adalah mimpi buruk privasi.
“Anda tidak perlu tahu apa yang pernah dilakukan semua orang hanya untuk menayangkan iklan pada mereka,” ujar Cyphers.
Ia beralasan bahwa periklanan berdasarkan konteks bisa efektif. Contohnya adalah seseorang yang melihat resep di situs web memasak yang melihat iklan peralatan masak atau toko bahan makanan.
Browser Safari dan Firefox telah menghapus cookie pihak ketiga. Namun, cookie pihak ketiga mereka masih digunakan di browser paling populer di dunia Chrome. Chrome menyumbang 63 persen dari pasar browser global tahun lalu, menurut StatCounter.
“Ini merupakan kewajiban hukum dan persaingan bagi Google untuk tetap menggunakan cookie pihak ketiga, tetapi mereka ingin bisnis iklan mereka terus berjalan,” kata Cyphers.