Sementara itu, Anggota Komisi IV, Edward Tannur, menambahkan, penyaluran pupuk subsidi seharusnya bisa tepat waktu dengan siklus yang tepat. Pasalnya, musim tanam, khususnya komoditas padi, sudah diketahui setiap tahunnya dan memiliki pola yang sama.
Ketidakpastian dalam penyaluran pupuk bersubsidi membingungkan para petani, utamanya mereka yang tercatat sebagai penerima. "Jangan sampai ini tahun drop, nanti repot. Akhirnya kuantitas dan kualitas hasil pertanian tidak dijamin, itu yang membuat kita kalah dengan produk impor," ujarnya.
Keberadaan penyuluh pertanian lapangan (PPL) harus ditingkatkan kemampuannya dalam manajemen pertanian yang efektif. Ia pun mendukung langkah pemerintah yang mulai melakukan pelatihan dan bimbingan kepada petani. Pasalnya, peran PPL sangat strategis sebagai ujung tombak pendamping petani dalam membudidayakan komoditas.
Anggota Komisi IV, Ichsan Firdaus, mengatakan, BUMN PT Pupuk Indonesia harus ikut bertanggung jawab mencari solusi dalam permasalahan pupuk. Sebab, sebagai produsen pupuk subsidi, perseroan semestinya juga mencari inovasi agar celah-celah permainan oknum yang membuat kelangkaan di tingkat bawah bisa diminimalisasi.
"Harus perbaiki sistemnya, ada inovasi, kasus ini berulang tiap tahun," ujarnya.