REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Garuda Indonesia Tbk menyampaikan, penggunaan pesawat Bombardier CRJ -1000 menciptakan kerugian bagi perseroan. Adapun pesawat Bombardier CRJ -1000 merupakan buatan Kanada.
"Bahwa selama delapan tahun beroperasi (Bombardier) kinerja operasional penggunaan pesawat ini walaupun utilisasinya di atas penggunaan industri tapi tetap saja tidak menghasilkan keuntungan, atau menciptakan kerugian yang cukup besar buat Garuda," ujar Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra dalam konferensi pers daring di Jakarta, Rabu (20/2).
Irfan memproyeksikan dengan tetap memanfaatkan pesawat Bombardier CRJ -1000 itu kerugian-kerugian akan terus muncul. "Oleh sebab itu penghentian ini adalah juga bagian dari upaya kita mengurangi kerugian di masa mendatang," ucapnya.
Irfan menyampaikan, manajemen menyadari dengan pemberhentian secara sepihak itu akan menciptakan konsekuensi terpisah. "Tapi kami sampaikan, kami siap menangani konsekuensi tersebut secara profesional," ucapnya.
Irfan mengemukakan perseroan memiliki 18 pesawat Bombardier. Sementara sebanyak 12 pesawat berstatus sewa dari NAC dengan skema operating lease hingga 2027. "Apabila kita terminasi sampai akhir masa kontrak (2027) kita akan saving lebih dari 220 juta dolar AS. Ini sebuah upaya untuk mengurangi kerugian untuk penggunaan pesawat ini di Garuda Indonesia," katanya.
Sedangkan enam pesawat Bombardier lainnya, lanjut dia, menggunakan skema financial lease dari penyedia export development Canada (EDC) dengan masa sewa sampai 2024, juga sedang melakukan pembicaraan terkait kelanjutan kontrak sewa pesawat. Irfan mengatakan, sudah diputuskan mengganti rute penerbangan yang dilayani Bombardier CRJ-1000 dengan Boeing 737.
"Kita tidak ada niat dalam waktu dekat untuk membeli pesawat baru untuk menggantikan ini. jadi kita akan maksimalkan utilisasi pesawat-pesawat yang ada saat ini," kata Irfan.
Menteri BUMN Erick Thohir mendukung penuh keputusan manajemen PT Garuda Indonesia Tbk. Menurut dia, keputusan tersebut juga mempertimbangkan tata kelola perusahaan yang baik.
"Terkait keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indonesia serta penyelidikan Serious Fraud Office Inggris terhadap indikasi pidana suap dari pihak pabrikan kepada oknum pimpinan Garuda saat proses pengadaan pesawat tahun 2011 lalu," kata Erick.