Jumat 12 Feb 2021 16:52 WIB

Lapisan Ozon Kembali Pulih dari Kerusakan

Kandungan bahan kimia CFC yang merusak ozon mengalami tingkat penurunan.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Kerusakan lapisan ozon di Kutub Selatan seluas 27 juta meter persegi. (ilustrasi)
Foto: www.telegraph.co.uk
Kerusakan lapisan ozon di Kutub Selatan seluas 27 juta meter persegi. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BRISTOL -- Kandungan bahan kimia CFC yang merusak ozon mengalami tingkat penurunan yang stabil di atmosfer. Namun, penurunan tersebut sempat terhenti, yang bisa memperlambat penyembuhan lapisan ozon pelindung bumi.

Pengukuran atmosfer yang diterbitkan pada tahun 2018 menunjukkan produksi CFC ilegal yang terjadi di China Timur. Penghentian produksi CPF ilegal itu tampaknya telah mengembalikan proses penyembuhan lapisan ozon ke jalurnya.

Baca Juga

Lapisan ozon merupakan bagian tipis dari atmosfer bumi yang menyerap sebagian besar radiasi ultraviolet dari Matahari. Ketika habis, lebih banyak radiasi UV ini dapat mencapai permukaan. Hal ini menyebabkan potensi bahaya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya.

Sinar ultraviolet dapat merusak DNA dan menyebabkan kulit terbakar, meningkatkan risiko masalah jangka panjang seperti kanker kulit.

CFC adalah singkatan dari chlorofluorocarbons. Kelompok bahan kimia ini telah digunakan secara luas dalam pendinginan dan sebagai propelan dalam kaleng aerosol. Peran CFC dalam merusak lapisan ozon sudah dikenal sejak tahun 1980-an.

Penelitian terkait ozon telah dilakukan selama beberapa tahun oleh tim peneliti internasional, dan diterbitkan dalam dua makalah di jurnal Nature. Dilansir di BBC, Kamis (11/2), makalah pertama mengungkapkan bahwa emisi global, dari salah satu jenis CFC tertentu, triklorofluorometana (CFC-11), menurun pada tahun 2019 pada tingkat yang konsisten dengan larangan global atas produksi CFC.

Larangan itu diberlakukan oleh Protokol Montreal 1987, sebuah perjanjian lingkungan yang ditandatangani oleh hampir setiap negara yang melarang produksi bahan kimia perusak ozon ini mulai tahun 2010.

"Segalanya tampak berjalan sesuai rencana," jelas Dr Luke Western, ilmuwan atmosfer dari Universitas Bristol.

Tetapi pada tahun 2018, sebuah penelitian mengungkapkan bahwa konsentrasi CFC di atmosfer tidak turun secepat yang diharapkan.

"Di situlah semuanya dimulai, kami ingin tahu apa yang terjadi. Pekerjaan yang saya lakukan menunjukkan bahwa (CFC-11) ini terutama berasal dari China Timur,"kata Dr Western.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement